Monday, September 1, 2008

Ramadhan Mulia, antara Idealitas dan Realitas

Bismillahirrahmanirrahim, ada tulisan lama yang tersimpan..

RAMADHAN MULIA: ANTARA IDEALITAS DAN REALITAS

 

Bulan Ramadhan telah tiba, tamu nan mulia itu menggemakan keagungan dan keberkahannya. Euforia kegembiraan dan simbol-simbol ada dimana-mana menyambut kedatangan sang tamu agung itu.

           
Ya, itulah Ramadlan, bulan yang penuh berkah dan ampunan bagi siapa saja, ungkapan ini sudah begitu akrab di telinga kita, hingga sudah menjadi rutinitas tahunan untuk merayakan kedatangannya. Di dalamnya pun Allah memberikan bonus pahala yang berlipat ganda bagi hamba-hambaNya yang berpuasa dan beribadah dengan ikhlas, pintu-pintu surga dan kebaikan terbuka sedemikian rupa, sungguh suasana begitu sejuk dan religius yang terjadi di depan mata. Maka dapat kita lihat, diawal-awal bulan, masjid begitu penuh disaat-saat tarawih dilakukan, masyarakat begitu antusias mengikuti proses suasana religiusitas yang begitu tinggi, seakan masyarakat kita telah berubah secara spontan menjadi masyarakat yang saleh.

 

Di sisi lain, bulan ini pun menjadi berkah. Bagi industri layar kaca, peluang bisinis terbuka lebar dengan beramai-ramai menayangkan acara-acara religius, baik itu ceramah hingga sinetron, artis-artis yang biasa tampak dalam hidup glamour dan gemerlap, tiba-tiba berubah menjadi sosok-sosok alim yang mudah menangis tatkala mendengar ceramah agama ataupun siraman rohani, berbalutkan jilbab atau peci, gamis atau baju koko.

           

Ya, itulah fenomena euforia Ramadhan, yang terjadi hampir setiap tahunnya, tentunya, secara zahir menjadi faktor penyebab kegembiraan yang membuncah dalam dada kita, kaum muslimin, yang selalu mendambakan suasana penuh kedamaian, religiusitas, ketenangan beribadah penuh kesejukan.

           

Namun, ada banyak serentetan pertanyaan yang patut dipertanyakan pada diri kita, diantaranya; mengapa di bulan Ramadhan, yang disebut sebagai saat-saat penuh solidaritas dan kepedulian, orang menjadi begitu konsumtif? Mengapa terjadi penurunan kuantitas shalat berjamaah di masjid ketika memasuki pertengahan bulan? Mengapa orang lebih tertarik menonton acara televisi dirumahnya dibanding tilawah qur’an di masjid? Jawabannya ada pada diri kita masing-masing karena pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah sebagian kecil dari sekian banyak pertanyaan yang berkaitan langsung dengan diri kita, kaum muslimin.

           

Betapa Maha Pemurahnya Dia, Rabb Maha Agung, Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang menyediakan Ramadhan untuk kita, sebagai sarana yang begitu sempurna dalam rangka memperbaiki kualitas diri kita, keluarga kita, dan masyarakat kita dengan banyak beramal shaleh. Melalui puasa, shalat, zakat dsb yang semuanya mempunyai dimensi manfaat yang begitu sempurna baik bagi diri kita secara individu maupun secara kolektif.

           

Maka, begitu Pemurahnya Dia, yang telah menyiapkan bagi kita, hamba-hambaNya malam Lailatul Qadr, malam yang penuh keberkahan yang jika kita beribadah didalamnya bernilai lebih baik dari beribadah 1000 bulan, namun seringkali kita menyepelekan dan melalaikannya dengan lebih memilih tidur pulas dirumah kekenyangan, dibandingkan menghabiskannya dengan shalat malam penuh penghambaan. Dan begitu Pengasihnya Dia, yang telah menyediakan 10 hari terakhir dengan janjiNya, pembebasan dari api neraka, namun, yang kita lakukan adalah menghabiskan waktu dengan shopping dimall, supermarket, dengan alasan menyiapkan lebaran dibandingkan beri’tikaf, bermunajat padaNya dimasjid.

           

Berbagai fenomena itulah, mungkin yang membawa kita pada sebuah kesimpulan; Ramadhan dengan segala keagungan dan keberkahannya, ternyata seringkali kita lewati dengan euforia kegembiraan sesaat, dengan simbol-simbol belaka, sehingga kita seringkali melewatinya seakan-seakan sebagai rutinitas tahunan tanpa makna, karena itu tak sedikitpun taqwa kita meningkat, kesalehan sosial masyarakat yang tak kunjung muncul pasca Ramadhan, pejabat-pejabat korup pun kembali merajalela seakan makna Ramadhan sebagai saat pembinaan diri, tak berbekas sama sekali pada diri mereka, dan ternyata Ramadhan pun tak memberi dampak apa-apa bagi kita, Astaghfirullahaladzim.

           

Oleh karena itu, marilah kita semua menyadari akan permasalahan yang ada disekeliling kita, dan jangan sampai karena kelalaian kita, Ramadhan pun meninggalkan kita tanpa memberi makna apa-apa dan kita termasuk orang-orang yang merugi, tanpa tahu apakah kita akan bertemu lagi tahun depan. Maka menangislah kita jika kita akan ia akan meninggalkan kita, menyesallah kita jika kita tidak memanfaatkan saat-saat itu dengan sebaik-baiknya. Dan jangan sebaliknya, justru kita gembira seakan kita lepas dari kepenatan, kelelahan berpuasa setelah itu kita kembali memenuhi hawa nafsu kita sepuasnya. Naudzubillah min dzalik.

           

Wallahu a’lam bishshawab

Jakarta, akhir 2004

Menyambut Ramadhan

Alhamdulillah, sampai hari ini Allah Ta’ala masih memberikan nikmat yang tak terkira pada kita. Dengan karuniaNya kita akhirnya mampu menjejakkan kaki  dan menghela nafas dalam suasana Bulan yang mulia, bulan Ramadhan, tamu yang selama ini sudah kita tunggu kedatangannya. Tamu yang membuat kita sibuk bersiap-siap agar tak kehilangan momen emasnya.

Sudah barang tentu, suasana euphoria kegembiraan sangat terasa di setiap dada kaum muslimin. Memang, itulah sikap yang seharusnya kita tampakkan ketika datang tamu agung itu. Namun demikian, alangkah baiknya jika kita menengok satu-dua hadits, bagaimana Rasulullah SAW mengajarkan para sahabatnya dan kita semua sebagai umatnya bagaimana menyambut Ramadhan..

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad dalam Musnadnya, dari Abu Hurairah ra,

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ : لَمَّا حَضَرَ رَمَضَانُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ جَاءَكُمْ رَمَضَانُ شَهْرٌ مُبَارَكٌ افْتَرَضَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ تُفْتَحُ فِيهِ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَيُغْلَقُ فِيهِ أَبْوَابُ الْجَحِيمِ وَتُغَلُّ فِيهِ الشَّيَاطِينُ فِيهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ مَنْ حُرِمَ خَيْرَهَا فقَدْ حُرِمَ

“Ketika Ramadhan tiba, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata pada para sahabatnya: “Telah datang pada kalian Ramadhan, bulan yang diberkahi. Allah mewajibkan pada kalian berpuasa pada bulan itu. Di bulan itu dibuka pintu-pintu surga, ditutup pintu-pintu neraka, syaithan-syaithan dibelenggu. Di dalamnya terdapat malam yang lebih baik dari seribu bulan, barangsiapa yang terhalang dari kebaikan malam itu, maka sesungguhnya ia terhalang dari kebaikan seluruhnya”

Ibnu Rajab Al-Hambali dalam syarah terhadap hadits di atas mengatakan,

“Hadits ini adalah dasar bagi sesama manusia untuk saling mengucapkan selamat atas kedatangan bulan Ramadhan. Bagaimana mungkin tidak bergembira seorang mu’min ketika pintu-pintu surga dibuka? Bagaimana mungkin tidak bergembira seorang pendosa ketika pintu-pintu neraka ditutup? Bagaimana mungkin tidak bergembira seorang berakal ketika syaithan-syaithan dibelenggu?”

Dari hadits yang singkat di atas dan syarah yang disampaikan oleh Ibnu Rajab rahimahullah tersebut, dapat kita simpulkan bahwa :

1.      Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam selalu mengkondisikan para sahabatnya ketika memasuki bulan Ramadhan, agar setiap mereka dapat mempersiapkan diri secara fisik, mental dan spiritual

2.      Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam mengajarkan para sahabatnya untuk bersikap gembira dengan kedatangan Ramadhan itu, dan dari perkataan Ibnu Rajab dapat kita katakan bahwa sesungguhnya kesempatan untuk bergembira itu tidak terbatas pada orang mu’min yang shaleh saja tapi bahkan orang mu’min pendosa pun mesti bergembira

3.      Menarik ketika Rasulullah menyebut Ramadhan dengan sebutan “Syahr Mubarak”. Apa sebenarnya makna yang terkandung di balik kata itu? Dalam hadits tersebut Rasulullah menyebutkan keberkahan sebagai sifat pertama yang disebutkan di awal yang dimiliki oleh bulan Ramadhan. Memang, pelajaran pentingnya adalah, sesungguhnya keberhasilan dalam segala amal tergantung apakah amal itu berkah atau tidak. Dan berkah, menurut definisi para Ulama adalah, ziyadatul khair fii syai’ (bertambahnya kebaikan dalam sesuatu). Jadi, yang dituntut dari kita adalah ketika memasuki bulan Ramadhan, grafik amal ibadah kita mesti naik, bertambah terus menerus, bukan stagnan apalagi turun. Begitulah tradisi yang diajarkan Rasulullah dan para sahabatnya.

 

Terakhir, mungkin saat ini tradisi yang baik sudah mulai muncul di antara kita, yaitu tradisi mengucapkan selamat kepada sesama kita dengan kedatangan bulan Ramadhan. Puluhan sms, mungkin ratusan, mampir di HP kita dalam beberapa hari terakhir. Namun barangkali ada satu hal yang mungkin kita lupa, yaitu membaca doa yang diajarkan Rasulullah ketika memasuki malam pertama bulan Ramadhan. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dalam shahihnya, dari Ibnu Umar ra,

 

ان النبي صلى لله عليه وسلم إذى رأى الهلال قال : اللهم أهله علينا بالأمن والإيمان ، والسلامة والإسلام ربنا وربك الله

“Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam jika melihat hilal (ramadhan) berdoa, “Allahumma Ahhilhu ‘alaina bil Amni wal Iman, was Salamah wal Islam, Rabbuna wa Rabbuka Allah…” (Ya Allah, munculkan ia kepada kami dalam keadaan aman, iman, keselamatan, dan Islam..Tuhan kami dan Tuhanmu adalah Allah”

 

Sudahkah anda membaca doa itu malam pertama kemarin?

Wallahu waliyuttaufiq…

010929

Wednesday, August 20, 2008

Tentang Ibtila'..

Bismillahirrahmanirrahim..

Tahukah anda makna ibtila'?

Jika tahu, sadarkah anda bahwa anda sedang dalam proses ibtila'?

Jika sadar, bagaimana sikap anda menghadapi proses ibtila'?

Pertanyaan2 di atas adalah pertanyaan-pertanyaan kontemplatif..yang menuntut sikap kerendahhatian kita dalam memahami kehidupan ini..

Allah Ta'ala berfirman..
"Dialah yang telah menciptakan kematian dan kehidupan dalam rangka menguji (ibtila') kalian, siapakah di antara kalian yang terbaik amalnya.." (QS Al Mulk:2)

Catatan ini adalah sebuah ungkapan tentang bagian kehidupan yang saya alami dalam rangka memahami sunnatullah itu..sunnah tentang ibtila' (ujian) yang telah Allah gulirkan dalam kehidupan setiap individu anak manusia...

Alkisah, peristiwa ini terjadi beberapa bulan yang lalu, ketika saya masih disibukkan dengan program perkuliahan semester VI di kampus saya tercinta, LIPIA Jakarta.. saat itu Allah menghendaki saya harus menghadapi cobaan-cobaan hidup yang beruntun, yang cukup menguji ketegaran, daya tahan, dan kesabaran saya dalam menghadapi kehidupan ini..

Semester itu, sebagaimana lazimnya perkuliahan di kampus kami, setiap mahasiswa semester IV, VI & VIII Fak. Syariah diwajibkan menulis semacam karya ilmiah, atau dalam istilah kami biasa disebut bahts. Rentang waktu yang diberikan untuk menyelesaikan tugas itu cukup singkat, hanya 1 bulan lebih sedikit. Sistem yang berlaku disana adalah, kami para mahasiswa dipersilahkan memilih tema-tema yang telah ditentukan pihak Jurusan, tema-tema tersebut berkisar tentang pembahasan fiqih, ushul fiqh, tafsir, aqidah dsb, yang sesuai dengan kapasitas kami. Entah kenapa, Allah menggerakkan hati saya untuk memilih satu tema yang berkisar seputar pembahasan tafsir tematik..

Al-Ibtila’ wal Fitnah min Khilali Suratil ’Ankabut (Cobaan dan fitnah dalam tinjauan surat Al Ankabut), itulah judul yang saya pilih untuk bahts saya. Saat itu saya tidak tahu skenario apa yang Allah siapkan di kemudian hari dengan menggerakkan hati saya untuk memilih judul ini, saat itu saya hanya merasa, ini sesuai dengan minat dan kompetensi saya, yang memang ’muyul’ dengan kajian-kajian alqur’an..

Mulailah saya mengumpulkan bahan-bahan berupa kitab-kitab tafsir, baik klasik maupun modern, serta kajian-kajian tafsir yang bersifat tematik.. terus terang saja, pembahasan ini cukup sulit, mengingat masih jarang para pakar yang mengupas tafsir tematik dalam sudut pandang satu surat tertentu. Kesulitan bermula dari bagaimana menentukan Khuttah Bahts (kerangka ilmiah), hingga kesulitan mencari contoh model dari pembahasan tafsir tematik tersebut. Hingga teman-teman saya yang punya tema yang sama dengan saya berkelakar ”ini benar-benar ibtila’ sesuai dengan judulnya”. Bahan-bahan yang telah saya kumpulkan tersebut saya ”peras”, saya ringkas, saya tulis ulang dalam satu buku catatan khusus, dengan harapan beberapa pekan menjelang deadline pengumpulan, saya tinggal mengetik di komputer.

Akhirnya, setelah berjalan beberapa waktu, mulailah Allah menggulirkan skenarioNya dalam rangka menguji saya dalam proses penulisan bahts ini. Saat itu, beberapa hari menjelang deadline yang jatuh pada Senin, 5 Mei 2008, saya mulai menulis bahts saya di komputer, dalam bahasa Arab tentunya. Hari itu, Kamis 1 Mei 2008, saya sudah menyelesaikan kurang lebih 60% dari pembahasan. Hati ini agak lega, bisa agak bersantai, mengingat masih ada waktu untuk menyelesaikan sisanya. Siang hari, saya menyempatkan untuk datang ke persiapan acara teman-teman FIM VI (Forum Indonesia Muda), kebetulan saya diminta menjadi panitia acara tersebut yang berlangsung 2-4 Mei 2008. sore hari, saya pamit pulang, dengan harapan bisa kembali esok hari setelah melanjutkan penulisan bahts di rumah.

Tak dinyana, ternyata Allah punya kehendak yang jauh di luar rencana saya, hambaNya yang dhaif ini. Saat itu keluarga saya memang sedang dirundung musibah, kakak saya dan dua adik saya masuk RS karena Malaria, DB dan bronkhitis yang cukup parah. Saya tidak menyangka bahwa saya juga akan dipilih Allah untuk mengalami ibtila’ itu..

Malam itu, setelah saya sampai dirumah, saya kembali membuka file bahts saya di komputer. Saat itulah Allah meng-ibtila’- saya, seluruh isi file yang telah saya tulis itu berubah menjadi kode-kode/huruf-huruf mesin yang tak dikenal alias tidak terbaca sama sekali. Saya panik, karena itulah hasil jerih payah saya selama beberapa pekan, dan deadline tinggal beberapa hari lagi. Saya coba untuk tenang, saya tutup file itu dan saya coba buka di laptop lain, ternyata hasilnya sama, saya coba utak-atik di bagian font & language, ternyata tidak berpengaruh, artinya sama dengan file itu hilang. Saya beristighfar beberapa kali, nyaris menangis saya, mengingat menulis kembali tulisan sebanyak itu dalam bahasa Arab bukan hal yang mudah, sementara deadline tinggal 3 hari lagi. Akhirnya malam itu, saya putuskan untuk mengulang kembali penulisan dari awal, saya minta izin kepada kawan-kawan panitia FIM untuk tidak bisa menghadiri acara esok hari. Saat itu saya terfikir untuk meminta bantuan teman yang menguasai masalah ini, atau teman sesama mahasiswa LIPIA, tetapi akhirnya saya putuskan untuk mengulang kembali dari awal, karena mempertimbangkan file tersebut belum tentu bisa kembali dalam waktu singkat.

Saya pun berjuang kembali menulis dari awal, malam itu saya tidur hanya sebentar, jum’at pagi (2/5/08) saya melanjutkan kembali penulisan itu, hingga akhirnya pada siang jum’at itu saya telah menyelesaikan 60% dari pembahasan, sama dengan tulisan semula yang telah hilang. Tak disangka, sore hari itu, Allah kembali menguji saya yang semakin lemah ini, hasil penulisan saya yang sudah lumayan itu, kembali mengalami hal yang sama dengan hari sebelumnya, alias hilang semua, tidak terbaca! Allahu Akbar, Astaghfirullahal azhim, berkali-kali saya berisitighfar, nyaris frustasi, menangis, apa yang Allah kehendaki dari skenario ini..? saya coba tenang, menyabarkan diri, mungkin Allah punya kehendak lain untuk saya..akhirnya saya coba kontak beberapa teman, teman dari LIPIA menyarankan untuk kontak langsung dosen pembimbing untuk meminta rukhsah agar bisa diundur pengumpulan bahtsnya. Alhamdulillah ada seorang teman dekat yang mahir soal komputer mau membantu saya, melalui bantuannya dapat terselamatkan beberapa halaman dari bab pertama bahts tersebut, meskipun saya harus masih berjuang lagi, karena masih tersisa 3 bab belum ditulis.

Hari sabtu (3/5) saya kembali berjuang dengan sisa tenaga akibat terkuras hari sebelumnya, disamping akibat stress juga, saya terkena demam dan sakit kepala yang luar biasa. Akhirnya saya putuskan hari sabtu hingga malam ahad itu untuk istirahat, mengumpulkan tenaga kembali dan membenahi kembali mental dan hubungan dengan Sang Khalik..

Malam ahad itu, saya coba menelepon dosen pembimbing saya, DR Abdullah Al-Sabty, seorang syaikh yang cukup bijak..dengan harapan mendapat kemurahan dan rukhsah agar bisa mengumpulkan setelah hari senin (5/5), saya utarakan masalah saya, beliau hanya bisa menjawab, ”Laisa lii minal amri syai’, al amru biyadi rai’sil qism ya faris”, (maaf, saya tidak punya wewenang, wewenang di tangan Ketua Jurusan ya faris), beliau hanya bisa mendoakan, mudah2an dimudahkan Allah.. akhirnya malam itu saya istirahat total, merenung, memohon pertolongan dan kekuatan dari Allah.

Ahad pagi, dalam keadaan belum fit benar, saya melanjutkan kembali perjuangan untuk menulis bahts, mengulang dari bab pertama yang belum sempurna benar, alhamdulillah Allah berkehendak masalah yang serupa tidak terulang pada hari itu. Saya cukup waspada dengan meng-copy hingga beberapa file. Alhamdulillah, akhirnya dengan izin Allah, setelah nyaris sehari semalam non-stop menulis dari ahad pagi hingga senin dini hari, saya bisa menyelesaikan penulisan bahts pada jam 4 pagi senin dini hari, tanpa tidur sama sekali dengan tubuh yang semakin penat dan tidak bisa diajak kompromi, pagi itu saya menyelesaikan 50 halaman dengan 4 bab secara sempurna, kajian tematik tafsir surat al ankabut.. Allahu Akbar walillahil hamd.. pagi itu saya masuk kuliah dalam keadaan lesu dan lelah kemudian menyerahkan hasil kerja keras dan jerih payah tersebut kepada dosen pembimbing.. kawan-kawan yang mendengar cerita saya hanya menggelengkan kepala, sebagian mengatakan, ”Allah benar-benar memberikan ibtila’ pada antum dengan (judul) ibtila’ ini akhi”..

Setelah peristiwa itu, saya mencoba merenung, melongok ke dalam, apa hikmah dibalik semua itu. saya berfikir, mungkin Allah menginginkan agar saya benar-benar bisa merasakan secara langsung dengan akal dan jiwa saya kajian tentang ibtila’ itu, agar saya bisa ”bersenyawa” dengan alqur’an dengan akal dan ruh saya, dan mungkin juga Allah menghendaki agar saya mendapatkan hasil yang baik dari kajian itu...

Benar saja, segala puji bagi Allah, beberapa pekan kemudian, dalam forum munaqasyah (presentasi & diskusi) dengan dosen pembimbing dan kawan-kawan yang satu tema dengan saya, dosen kami mengatakan tentang bahts saya, ”Hadza afdhalul buhuts allati ja’atnii..” (ini adalah bahts yang paling baik di antara bahts2 yang lain yang sampai ke saya)... saat itu saya teringat apa yang saya tulis dalam bahts tersebut, bahwasanya Allah berfirman,

أحسب الناس أن يتركوا أن يقولوا آمنا وهم لا يفتنون ؟ (العنكبوت: 2)

“Apakah manusia mengira mereka akan dibiarkan begitu saja dengan mengatakan, “kami beriman”, sedangkan mereka tidak diuji ?”

Wallahu ‘alam…

210808

Thursday, July 24, 2008

Tarbiyah, Menjaga kita dari Polusi*


Saya percaya tarbiyah harus dimulai sejak dini, sejak muda. Bahkan kalau bisa sejak kecil, karena tarbiyah berpengaruh sekali dalam pembentukan karakter seorang pemuda. Bagi dirinya pribadi, tarbiyah akan menentukan masa depan, menentukan kepribadiannya. Menentukan bagaimana dia melihat masa depannya, bagaimana dia melihat dien-nya, bagaimana dia menyikapi permasalahan umat dan bangsanya. Semuanya bermula dari proses tarbiyah sejak muda.

Orangtua berperan sebagai pelaksana tarbiyah bagi anaknya. Kita kan sejak kecil mendapat tarbiyah dari orangtua masing-masing. Kalau tarbiyah secara islamiyah, peran orangtua adalah mengenalkan nilai-nilai Islam sejak kecil dalam lingkungan keluarganya.
Bagaimana pun tarbiyah itu salah satu sarana untuk menjaga diri. Kita hidup di lingkungan yang sudah “terpolusi”, terpolusi nilai, budaya, pemikiran, dan sebagainya. Proses tarbiyah itulah yang paling tidak menjaga diri kita dan mengajarkan kita bagaimana menyikapi keadaan yang mungkin bertentangan dengan nilai-nilai yang kita yakini. Untuk menghadapi godaan-godaan itu kita mengenal muraqabatullah, merasakan pengawasan dari Allah SWT. Dengan tarbiyah kita mengenal cara membentengi diri. Kalau proses tarbiyah itu lepas atau putus, bisa jadi seseorang tidak mampu menghadapi godaan-godaan yang ada.

Setiap orang pasti pernah mengalami futur , termasuk saya. Itu bagian dari proses naik-turunnya keimanan seseorang. Iman naik ketika dia taat pada Allah dan iman turun ketika seseorang bermaksiat.
Setiap Muslim juga harus punya amalan-amalan minimal yang tidak boleh lepas. Misalnya saya, ketika menghadapi suasana dimana kondisi keimanan turun, saya tidak boleh meninggalkan amalan-amalan wajib. Karena di situlah titik terakhir kita agar tidak bermaksiat kepada Allah. Tentunya juga dengan banyak mengingat janji-janji Allah ketika kita dalam ketaatan, keimanan, dan kebaikan. Kita juga harus mengingat akibat-akibatnya, jangan sampai kita terjebak dalam futur yang berkepanjangan. Cara yang lain adalah dengan membaca biografi orang-orang besar, seperti para sahabat dan ulama.

Lingkungan sangat berpengaruh terhadap proses pembentukan seseorang. Seperti kata Rasulullah, kalau kita bergaul dengan tukang minyak wangi kita akan mendapat wanginya, kalau kita bergaul dengan pandai besi kita akan dapat debunya. Anak muda yang sudah mengenal tarbiyah atau sedang dalam proses tarbiyah, ketika dihadapkan pada cobaan, misalnya cobaan dari orangtua, jangan sampai menganggap orangtua itu musuh dakwah. Orang tua juga objek dakwah, orang tua juga pendukung kita, maka perlu kita kenalkan dengan nilai-nilai kebenaran. Jangan sampai kita jadi aktivis dakwah, atau aktivis rohis, aktif di lembaga dakwah kampus, terkenal di mana-mana, tapi di keluarga sendiri, di kampung sendiri, tidak dikenal. Atau, malah dianggap memusuhi lingkungannya sendiri.

Tarbiyah bukan segala-galanya, tapi segala-galanya bisa bermula dari tarbiyah. Meskipun tidak menjadi jaminan bahwa dengan tarbiyah seseorang akan masuk surga, insya Allah dengan tarbiyah kita akan mengenal jalan menuju ke sana, jalan menuju kebaikan Allah SWT

*Dikutip dari wawancara di majalah annida no.9-XVII/annida-online.com

Friday, May 23, 2008

Menghafal Qur'an ? Anda juga bisa...!!

Catatan ringan dari seminar alqur'an..

Assalamulaikum warahmatullah..

    Beberapa hari sebelum hari H (5/4/08), saya beberapa kali dihubungi oleh beberapa orang yang tidak saya kenal.  Ada apa gerangan? ternyata mereka minta dicarikan undangan untuk ikut serta dalam seminar qur'an yang diadakan oleh Lembaga Qur'an Utsmani. dengan berat hati saya katakan pada mereka, saya tidak tahu-menahu tentang hal tersebut, silakan langsung ke panitia saja, mereka menjawab, kami sudah kehabisan ustadz, kami ingin sekali ikut. namun sekali lagi saya minta maaf pada mereka karena tidak bisa membantu.

    Akhirnya tibalah saatnya hari itu, pagi itu saya dijemput oleh panitia. di tengah perjalanan saya banyak ngobrol dengan panitia tersebut, seorang ikhwan. dari dia saya dapat informasi, memang ternyata antusiasme peserta begitu tinggi, hingga undangan yang sudah disiapkan sebanyak 300 buah sudah habis beberapa hari sebelum hari H.

    Acara dimulai kurang lebih jam 08.30 pagi. Seminar tersebut dibagi menjadi dua sesi, sesi pertama, adalah ceramah dari seorang Syaikh hafizh qur'an dari Mesir, Syaikh Yusuf Abduttawab, beliau menyampaikan dalam bahasa Arab yang diterjemahkan oleh Ustadz Hasan Hartanto, Lc. berikut beberapa hal yang disampaikan oleh Samahatussyaikh :
- Keutamaan Al Qur'an dibandingkan kitab-kitab samawi yang lain. di antara alasan mengapa alqur'an lebih utama adalah karena ia diperuntukkan oleh semua zaman dan semua umat, berbeda dengan kitab yang lain yang hanya diperuntukkan pada zaman tertentu dan umat tertentu.
-Keutamaan para penghafal qur'an. sebagaimana rasul bersabda: khairukum man ta'allamal qur'an wa'allamah
-Metode terbaik dalam pengajaran alqur'an adalah metode talaqqi, sebagaimana itu adalah tradisi sejak zaman rasul hingga para ulama sekarang. talaqqi adalah proses pengajaran secara langsung dari mulut ke mulut, sehingga dapat menjamin orisinalitas dan kualitas bacaan.
-Cara membaca qur'an berdasarkan ilmu tajwid ada 3: tahqiq (bacaan lambat), tartil (sedang), dan hadr (cepat), kesemuanya harus mempraktekkan ilmu tajwid.
   
    Setelah syaikh Yusuf menyampaikan paparannya, dibukalah sesi tanya jawab, beberapa hal yang ditanyakan oleh audiens adalah:
    -keluhan orang Indonesia yang kesulitan dalam mengucapkan huruf arab (hijaiyah). hal ini dijawab oleh syaikh dengan setengah bercanda, bahwa bagi orang arab seperti kami (kata syaikh) mengucapkan bahasa Indonesia lebih sulit dibandingkan jika orang Indonesia mengucapkan bahasa Arab, sehingga orang Indonesia jika terus menerus melatih pengucapan huruf hijaiyah, Insya Allah akan bisa membaca qur'an dengan fasih.

Setelah habis waktu sesi pertama, tibalah sesi kedua, dimana pada sesi ini beberapa pembicara dipanelkan. para pembicara adalah:
a. Ust. Syamsulbahri, seorang hafizh qur'an yang juga praktisi bisnis dan trainer
b. Saya sendiri
c. Ibu Nuraini Baraja, seorang hafizhah qur'an yang menyelesaikan hafalan diusia 60 tahun.
moderatornya adalah Ustadz Effendi Anwar,Lc (Dir. Lembaga Qur'an Utsmani) yang juga sekaligus guru dari ust. Syamsulbahri dan Ibu Nuraini.

    Sesi inilah inti dari seminar, bahwa menghafal qur'an itu mudah bagi segala usia dan profesi.
    Pembicara pertama, adalah ust syamsul, seorang trainer dan businessman. dapat diambil ibrah bahwa meski dengan kesibukan apapun sebagai seorang eksekutif, tetap dapat menyelesaikan qur'an. ust syamsul masih berusia muda, 33 tahun, dan menyelesaikan S2nya di UI.  dengan berpadunya nilai qur'an dan latar belakang umumnya, ia dapat menelurkan materi2 training dengan nilai2 qur'an. beliau juga menceritakan bagiamana proses menghafal beliau, beliau hanya punya satu kata kunci agar berhasil dalam menghafal, yaitu sing semangat.
    Pembicara kedua, saya sendiri, saya hanya menyampaikan sedikit hal yang agak normatif, terkait dengan kiat2 dan metode menghafal qur'an sejak dini.
    Pembicara ketiga, Ibu Nuraini, beliau menceritakan pengalamannya ketika menghafal. beliau mulai menghafal dalam usia 55 tahun dan selesai pada usia 59 tahun. sebagai ibu rumah tangga, beliau mengatakan, tidak punya waktu khusus untuk menghafal dan muraja'ah, akhirnya beliau memanfaatkan waktu, sambil masak, sambil menjahit dan di sela2 urusan rumah tangga. tentu saja ditambah dengan memanfaatkan waktu dini hari secara maksimal.

    Selesai kami memaparkan, antusiasme audiens tinggi sekali untuk menyampaikan pertanyaan. diantara pertanyaan2 tersebut adalah:
- motivasi apa yang begitu kuat sehingga mampu mendorong untuk menghafal? bagi anak2 bagiamana mengondisikan agar mereka mau menghafal? hal2 apa yang merusak hafalan? apakah ketika menghafal harus sekaligus tadabbur? apa yang dimaksud dengan qira'ah sab'ah? bagaimana cara memelihara hafalan?terutama ketika ada ayat2 yang mirip?

diantara jawaban2 yang waktu itu kami sampaikan:
-saya sebagai anak kecil, saat itu tidak mengerti mengapa saya harus menghafal qur'an, namun ketika usia semakin beranjak, secara bertahap saya difahamkan mengapa saya harus menghafal, manfaat apa yang dapat saya raih ketika menghafal.
-pengkondisian anak mutlak harus dilakukan, dengan membiasakan anak dengan bacaan2 qur'an yang ringan sejak dini,dan lingkungan rumah yang terbebas dari hal2 yang batil.
-di antara hal2 yang merusak hafalan adalah tentu saja maksiat pada Allah, karena qur'an adalah kalamullah, semakin jauh kita dari Allah, semakin jauh kita dari qur'an.
-ketika menghafal tidak harus sekaligus tadabbur, bertahap saja. namun sangat baik jika kita yang sudah memiliki kemampuan untuk tadabbur, menghafal qur'an dengan dibarengi membaca artinya, sehingga pengaruh qur'an akan begitu sangat terasa.
-yang dimaksud dengan qira'ah sab'ah adalah cara membaca qur'an yang berjumlah 7 cara yang berbeda yang kesemuanya berdasarkan sanad yang bersambung hingga rasulullah.
-cara memelihara hafalan tentu saja dengan muraja'ah intensif. sediakan waktu khusus untuk berdua bersama qur'an dalam rangka muraja'ah. terkait dengan ayat2 yang mirip (mutasyabihat), bisa disiasati dengan cara menandai ayat2 tersebut dengan ciri khas masing2 yang membedakan antara satu dengan yang lain, sehingga tertanam di benak kita bahwa ayat2 tersebut berbeda.

Demikian, beberapa catatan dari seminar qur'an tersebut, saya memiliki harapan agar acara2 sejenis diperbanyak,karena masyarakat kita adalah masyarakat yang masih jauh dari alqur'an, sehingga sudah menjadi kewajiban setiap aktivis Islam untuk terus memasyarakatkan alqur'an tentunya dimulai dari diri, keluarga kemudian masyarakatnya.

Bagaimana dengan Anda ?

Wallahu a'lam bisshawab.

Thursday, May 15, 2008

Antara Kenaikan BBM dan Film ML

Bismillah...

Subhanallah, setelah sekian lama (satu bulan) tidak posting diblog ini,rasanya banyak sekali isi kepala yang ingin ditumpahkan... sekian lama berkutat dengan bahts (paper) dari kampus ternyata tidak menutup lintasan-lintasan gagasan yang terus bermunculan di benak saya..

'Alaa ayyati haal... dengan izin Allah saya ingin sedikit nulis, mudah2an bermanfaat..

                     
                Antara Kenaikan BBM dan Film ML

    Hari-hari ini ruang dengar dan ruang baca kita dipenuhi dengan pemberitaan yang membuat kepala kita pening. Rakyat Indonesia mendapatkan "hadiah" istimewa dalam menyambut peringatan 100 tahun kebangkitan nasional dan 10 tahun reformasi, di antara hadiah istimewa itu adalah; yang pertama, rencana pemerintah untuk menaikkan harga Bahan Bakar Minyak dan yang kedua, launching film berjudul ML.
   
    Well, keduanya adalah "hadiah" yang bisa disebut "istimewa", kenapa istimewa? karena dengan mata kepala terbelalak di siang hari bolong (kata orang arab), kita dapat menemukan ironi yang "luar biasa" menyedihkan, momentum 100 tahun kebangkitan nasional dan 10 tahun reformasi ternyata rakyat Indonesia mendapatkan hadiah yang menyakitkan berupa pukulan dahsyat bagi fisik dan mental rakyat. Pukulan dahsyat fisik itu berupa kenaikan harga BBM yang berimbas pada kenaikan semua bahan pokok. dengan alasan menyelamatkan APBN dari imbas kenaikan harga minyak dunia, pemerintah rela membuat jutaan rakyat kelaparan karena tidak sanggup lagi mengkonsumsi makanan yang layak dan bergizi..itulah pukulan fisik.. sedangkan pukulan yang semakin menghancurkan mental rakyat adalah, selain semangat bangkit itu nyaris padam akibat perut lapar, rakyat kita terpukul oleh serangan produksi film-film porno yang semakin banyak dan vulgar. memang, serangan yang kedua ini tidak langsung "mematikan", tapi perlahan-lahan membunuh mentalitas bangsa ini menjadi bangsa yang cenderung pada "syahwat".

    Mungkin anda bertanya, apa hubungannya antara masalah kenaikan BBM dengan masalah pornografi? apalagi bagi kita yang aktivis mahasiswa, hari-hari ini adalah momentum dimana mahasiswa turun ke jalan, memenuhi jalanan depan istana dan kantor2 pemerintahan sambil berteriak-teriak menyerukan protes lantang terhadap pemerintah. Dan itulah yang menjadi isu dominan dikalangan mahasiswa sekarang. Pada saat yang sama, masalah pornografi yang semakin gila justru kurang mendapat perhatian, "isunya kurang seksi" katanya...apalagi mungkin bagi mahasiswa, lebih terlihat gagah jika berteriak "turunkan SBY-JK !"..

    Saya termasuk orang yang tidak setuju jika terjadi parsialisasi dalam melihat permasalahan bangsa..oleh karenanya saya mencoba berfikir untuk mencari benang merah antara kedua permasalahan pelik ini, akhirnya saya menyimpulkan beberapa hal :
   
    1. sebagaimana dipaparkan di atas, kedua masalah ini (kenaikan BBM & pornografi) adalah pukulan berat bagi bangsa ini dalam dua aspek penting kehidupan manusia. yang pertama adalah pukulan bagi fisik, karena masyarakat semakin sulit untuk memenuhi hajat utamanya yakni pangan. ini bisa berimbas pada gejolak yang lebih besar, konflik sosial dan merosotnya semangat bangsa untuk bangkit justru terjadi pada saat momentum 100 tahun kebangkitan nasional. sedangkan masalah yang kedua (pornografi), adalah merupakan pukulan berat bagi anak bangsa ini dalam aspek mental. ketika rakyat sedang dilanda masalah kebutuhan pokok yang berat, mereka justru semakin ditimpa masalah lain berupa penggerusan terhadap mentalitas dan moral mereka melalui serangan pornografi yang bertubi-tubi, sehingga lengkaplah sudah musibah bagi bangsa ini, fisik lemah, jiwa pun lemah..
   
    2. kedua permasalahan tersebut sesungguhnya berpangkal dari titik yang hampir sama, yaitu minimnya idealisme. Dalam konteks kenaikan BBM, sesungguhnya permasalahan bukanlah berpangkal dari naiknya harga minyak dunia karena itu sudah hal yang pasti akan terus terjadi, itu mungkin memang masalah, tetapi yang menjadi masalah besar adalah, ketika pemerintah kehilangan idealisme dan nilai yang harus diyakini dan diterapkan ketika menghadapi masalah global tersebut (kenaikan harga minyak dunia). Lalu, idealisme apa yang hilang? yang hilang adalah idealisme tentang tanggung jawab pemerintah untuk melindungi dan melayani rakyat dengan sebaik-baiknya, yang hilang adalah idealisme tentang tidak bolehnya pemerintah terpengaruh pada intervensi asing, sehingga tidak boleh hanya dengan alasan pertumbuhan ekonomi harus meliberalisasi perekonomian negara. Dalam konteks permasalahan pornografi, orang-orang yang mengaku "pekerja seni" itu telah mengalami krisis idealisme, mereka tidak punya nilai kebenaran yang harus diyakini dan disispkan dalam karya seni mereka (kalau memang layak disebut karya seni), sehingga yang terjadi adalah pembunuhan akal dan nurani demi mengejar setinggi-tinggnya apa yang disebut dengan keuntungan. akhirnya sampailah mereka pada logika "persetan dengan nilai, yang penting untung! ini bisnis bung !".

    3. Jika kita mengamati dengan cermat dua permasalahan tersebut, kita dapat menemukan fakta yang membuat kita mengurut dada, yaitu ternyata sudah terjadi apa yang disebut dengan fenomena miskin kreativitas dan inovasi. masalah kenaikan BBM oleh pemerintah dirasionalisasi dengan alasan bahwa inilah pilihan terbaik, seakan tidak jalan lain.tetapi ketahuilah bahwa itu adalah bukti dari kegagalan pemerintah dalam menciptakan pilihan alternatif untuk mengatasi dampak global tersebut, pemerintah kehilangan kreativitas untuk menyejahterakan rakyatnya. saya sangat yakin 100%, pemerintah pasti tahu dengan kemungkinan-kemungkinan pasar ekonomi global yang akan berdampak pada perekonomian negara, lalu kenapa keputusan yang diambil adalah pilihan yang selalu saja tampak reaktif dan solusi instan?. sedangkan mengenai masalah pornografi, para "pekerja seni" itu benar-benar telah mengalami kemampatan ide dan inovasi, mereka miskin kreativitas, meskipun katanya para seniman itu adalah mereka yang kreatif. jika demikian, layakkah mereka disebut seniman? Syattaana maa bainal ism wal musamma (kata orang arab, sungguh jauh antara nama dan sang pemilik nama). Kalau mereka memang mengaku kreatif, maka ciptakanlah karya seni yang cerdas, mencerahkan dan inspiratif..

    Dari paparn di atas, maka dapat disimpulkan hal penting: kita sebagai anak bangsa :
  1. Tidak boleh parsial dalam melihat problem bangsa kita
  2. Kita harus tetap memegang teguh idealisme tentang kebenaran yang kita yakini
  3. Kita tidak boleh stagnan dalam ide dan gagasan, harus terus memanfaatkan segala potensi untuk menciptakan alternatif2 baru
Wallahu a'lam bishshawab...

Saturday, April 12, 2008

Menentukan Arah Gerakan KAMMI dalam Perspektif Nilai Profetik

*Menentukan Arah Gerakan KAMMI dalam Perspektif Nilai Profetik

Oleh : Faris Jihady Hanifa

Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) telah menegaskan dirinya sejak awal sebagai Gerakan Intelektual Profetik. Paradigma ini telah ditetapkan sebagai konsekuensi logis atas pilihan ideologi gerakan yang telah memilih Islam sebagai ideologi. Jika dicermati, sesungguhnya penetapan paradigma ini memiliki dua makna sebagai konsekuensi. Makna yang pertama adalah Gerakan KAMMI harus memiliki analisis ilmiah dalam menentukan arah gerakan, baik ilmiah dalam konteks waqi’iy (realitas) maupun ilmiah dalam konteks ta’shil syar’iy (sumber). Sedangkan makna yang kedua adalah bahwa gerakan ini memiliki basis transedental, dalam arti memiliki visi risalah langit yang bersumber dari wahyu.

Tulisan ini mencoba memberikan sumbang saran untuk menentukan arah gerakan ini dari sudut pandang terminologi profetik dalam arti berdasarkan sumber-sumber syar’i dan contoh yang telah diterapkan oleh para nabi terdahulu.

Jika kita melihat kembali Al Qur’an, sesungguhnya AllahTa’ala telah memberikan paparan yang begitu banyak berupa kisah-kisah para nabi dan kaum terdahulu sebagai sarana bercermin dan mengambil ide dan gagasan dalam menentukan arah gerakan dakwah.  Sebagai contoh : jika kita melihat dan membandingkan ayat-ayat yang menceritakan kisah para nabi, kita akan menemukan bahwa kisah yang paling banyak dan panjang dalam Al Qur’an adalah kisah Nabi Musa. Para ulama mencoba menggali hikmah mengapa kisah Nabiyullah Musa dipaparkan begitu panjang lebar, ternyata dapat disimpulkan karena perjalanan gerakan dakwah Musa as begitu mirip dengan perjalanan gerakan nabi Muhammad SAW sebagai pembawa risalah alqur’an.

Oleh karenanya alangkah baiknya jika gerakan KAMMI ini yang telah menegaskan dirinya memiliki misi profetik menentukan gerakannya melalui metodologi muqaranah (perbandingan) dan I’tibar (mengambil inspirasi). Dalam tulisan ini, akan dicoba digali sedikit inspirasi dari beberapa kisah para Nabi.

Penetapan visi individu anggota gerakan

KAMMI sebagai organisasi kader sudah barang tentu menganggap kader sebagai individu sebagai aset terpenting gerakan. Dalam konteks gerakan yang memiliki visi Muslim Negarawan, sudah semestinya para kader gerakan menyiapkan diri dan mensetting mental diri mereka untuk visi itu.

Dalam konteks ini, ada baiknya kita menengok paparan Allah Ta’ala tentang kapasitas individu seorang nabiyullah Yusuf as. Dalam alqur’an Allah paparkan kisah nabi Yusuf dalam satu surat utuh yang menggambarkan tentang betapa pentingnya kisah ini untuk di ambil ‘ibrah.

Paling tidak ada beberapa karakter Yusuf as yang patut kita teladani dan kita jadikan fikrah yang melekat dalam diri kita sebagai pemimpin masa depan :

1.      Daya tahan mental yang tangguh. Karakter ini dapat dilihat dari mihnah (cobaan) yang dialami oleh Yusuf As berupa intimidasi dan sikap diskrimnatif saudara-saudara beliau yang berujung pada penyingkiran dari keluarga dan juga ketika dipenjara akibat konspirasi istri penguasa.

2.      Keteguhan menghadapi godaan syahwat. Karakter ini terlihat dari sikap Yusuf As menolak dengan tegas godaan Imra’atul ‘Aziz (istri penguasa). Hal ini patut dicontoh oleh para aktivis gerakan, karena sepanjang sejarah pergerakan dakwah dari dulu zaman nabi hingga masa kini, gerakan Islam menemukan tantangannya jika ia berhadapan dengan dua hal : syubhat dan syahwat.

3.      Memahami realitas sosial politik kaumnya. Dalam hal ini Allah mengungkapkan perkataan Yusuf As :

إني تركت ملة قوم لا يؤمنون بالله وهم بالأخرة هم كافرون

Sesungguhnya aku telah meninggalkan kaumku dalam keadaan tidak beriman pada Allah dan mengingkari akhirat”

4.      Keberanian diri untuk mengambil posisi dalam pengambilan kebijakan.

5.      Karakter kepemimpinan berupa dua hal : Hafiizh, terpercaya/amanah dan ‘Aliim, memiliki pengetahuan. Dua hal ini menunjukkan bahwa Yusuf As ketika mengambil posisi dalam pengambilan kebijakan tidak berdasarkan ambisi, tapi berdasarkan Ilmu dan Skill (Keterampilan). Dalam hal ini sudah barang tentu Yusuf As tidak serta merta memiliki dua hal itu tapi dengan penyiapan kapasitas diri. Allah mengungkapkan perkataan Yusuf kepada raja Mesir yang menggambarkan dua karakter ini :

اجعلني على خزائن الأرض إني حفيظ عليم

“Jadikanlah aku bendaharawan negara, sesungguhnya aku pandai menjaga lagi berpengatahuan”

            Dari beberapa karakter di atas, sudah dapat di ambil pelajaran bahwasanya setiap individu aktivis gerakan yang bervisi Muslim Negarawan paling tidak mesti memiliki 3 Hal : Pertama, Kepribadian yang kuat dan bermoral. Kedua, Penguasaan dan kepekaan atas realitas lingkungannya. Ketiga, Visi dan Kapabilitas kepemimpinan yang berupa ilmu dan skill.

Penetapan visi gerakan  

Dalam konteks gerakan KAMMI, kontekstualisasi karakter Nabi Yusuf As dapat diterjemahkan menjadi Gerakan yang kuat dalam mentalitas dan mentalitas terutama ketika Gerakan ini menetapkan dirinya terjun ke ranah publik, juga sebagai gerakan yang menguasai medan lingkaran strategisnya dan memprediksi perubahan-perubahan yang akan timbul, serta sebagai gerakan solusi yang berbasiskan Intelektualitas dan Skill. Namun demikian, hal ini tepat jika gerakan ini menegaskan pilihannya sebagai partner dari pengambilan kebijakan.

Jika kita berbicara tentang gerakan yang sudah menegaskan pilihannya sebagai gerakan oposisi atau perlawanan, Allah Ta’ala juga memaparkan kisah yang lain, yaitu kisah Nabiyullah Musa As melawan rezim Fir’aun dan Kisah Thalut melawan Jalut.

Ada beberapa ibrah penting yang dapat diambil dari kisah mereka sebagai sebuah gerakan :

1.      Karakter kepemimpinan dua tokoh tersebut yaitu : ilmu, fisik yang kuat, amanah/terpercaya. 3 karakter tersebut amat penting peranannya dalam menentukan arah gerakan mereka terutama jika dikaitkan dengan kondisi zaman itu dimana mereka melawan rezim Fir’aun dan Jalut. Dalam hal ini Allah mengungkapkan kisah mereka :

إن الله اصطفاه عليكم وزاده بسطة في العلم والجسم

“Sesungguhnya Allah telah memilihnya menjadi raja kalian dan menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa” (QS Al Baqarah 247)

            إن خير من استأجرت القوي الأمين

“Sesungguhnya yang engkau ambil untuk bekerja pada kita adalah orang yang kuat lagi dipercaya”

2.      Mentalitas umat mereka yang kuat untuk mendorong perubahan. Pada kisah Thalut, Allah menggambarkan mereka sebagai orang-orang yang lulus ujian di sungai, bahwa mereka tidak minum dari air sungai yang dilarang untuk diminum. Sedangkan pada kisah Musa As, Allah menggambarkan mereka sebagai golongan yang berjumlah sedikit yang tetap konsisten dalam keimanan di tengah Bani Israil yang kufur nikmat dan sulit diatur.

Fleksibilitas arah gerakan

Dalam konteks pergerakan, kontekstualisasi beberapa ibrah tersebut adalah menerjemahkannnya dalam gerakan yang dipimpin orang kuat dalam arti kuatnya visi dan strategi perlawanan, bukan semata-mata kuat fisik, juga dalam gerakan yang diisi oleh unsur inti berupa anggota hasil seleksi ujian yang ketat.

Jika disimpulkan dari beberapa kisah di atas, sesungguhnya mereka memiliki tujuan gerakan yang sama yaitu bagaimana menegakkan nilai-nilai Tauhidullah dalam tataran negara sebagai alat legitimasi yang kuat untuk menopang dan memelihara nilai-nilai itu. Yang membedakan adalah kondisi zaman yang berbeda dan musuh yang berbeda yang menuntut perbedaan pendekatan dalam merealisasikan tujuan gerakan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa arah gerakan dapat berubah-ubah sesuai kebutuhan zamannya selama dalam koridor yang syar’i yang dibenarkan.

Dalam Islam, kita diajarkan bahwa Diin ini memiliki karakter murunah (fleksibel) dan tsubut (tetap). Tetap dalam hal-hal ushul (prinsip) dan fleksibel dalam hal-hal furu’ (cabang) dan wasilah (sarana). Oleh karenanya Islamlah satu-satunya agama yang sesuai dengan perkembangan zaman.

Dalam konteks ke-KAMMI-an, gerakan ini harus mampu memposisikan diri sesuai dengan kebutuhan dan kemaslahatan zamannya. Sehingga keberadaannya pun dapat membawa maslahat bagi umat secara keseluruhan. Oleh karenanya, jika kita bercermin dari kisah-kisah yang sudah dipaparkan di atas, sesungguhnya kontekstualisasi nilai dan ibrah dari kisah nabiyullah Yusuf As adalah sebuah keniscayaan sebagai pilihan arah gerakan KAMMI. Paling tidak disebabkan beberapa hal :

1.      Stabilitas pemerintahan yang mendapat legitimasi kuat dari rakyat, kondisi ini kurang lebih sama pada masa nabiyullah Yusuf As.

2.      Meskipun kondisi riil masyarakat kita saat ini dalam kondisi yang buruk, sesungguhnya kondisi yang lebih buruk juga terjadi pada masa nabiyullah Yusuf As, hal ini ditandai dari rusaknya moral istri penguasa pada saat itu, dan itu menjadi sesuatu yang biasa dan merajalela pada masa itu. Namun demikian Yusuf As tidak mengambil posisi melawan penguasa, tetapi berusaha mengambil posisi strategis dalam pusat pengambilan kebijakan.

3.      Saat ini, realitas sosial politik kita lebih membutuhkan pada pemenuhan kebutuhan riil masyarakat dalam berbagai aspek, terutama dalam hal ekonomi. Hal yang sama Yusuf As lakukan, beliau mengambil posisi bendaharawan negara, atau menteri keuangan yang menentukan pemenuhan kebutuhan hajat hidup orang banyak, yang akhirnya beliau buktikan dengan menyelamatkan rakyat Mesir pada saat kekeringan.

4.      Pemegang kebijakan negara pada saat ini, sesungguhnya lebih membutuhkan pada ide-ide dan gagasan-gagasan konkrit dalam rangka penentuan kebijakan dan penyelesaian masalah-masalah kompleks yang melanda bangsa ini dikarenakan mereka mewarisi pekerjaan berat sebagai akibat rezim masa lalu. Hal yang kurang lebih sama terjadi pada zaman Yusuf As, penguasa negeri itu dilanda kebingungan ketika ia dihadapkan pada masa kekeringan yang panjang, hingga akhirnya Yusuf As mampu memecahkan masalah itu.

Gerakan KAMMI menghadapi situasi Global

             KAMMI sebagai bagian dari pelaku sejarah masa kini, sudah semestinya menghadapi dinamika global yang terus menerus berubah, oleh karenanya ia mesti menyiapkan diri baik dalam tataran internal maupun kebijakan eksternal. KAMMI yang mengusung Kemenangan Islam sebagai Jiwa Perjuangan sudah semestinya konsisten dengan nilai-nilai ideologi Islam yang di anutnya, karena sesungguhnya disitulah letak kekuatan dalam menghadapi tantangan global yang berarus deras dan kuat.

            Jika kita cermati Sirah Nabi kita, sesungguhnya kita akan menemukan peristiwa aqabah pertama, dimana nabi kita Muhammad SAW mampu keluar dari kepungan tantangan yang menghadangnya dari segala arah, dengan cara menemui kafilah dari Yatsrib yang datang ke Makkah untuk berhaji dan kemudian menawarkan dakwahnya kepada mereka. Sehingga secara perlahan tapi pasti, nabi kita mampu berkelit dan keluar dari kepungan tantangan itu bahkan mampu membangun basis dakwah di luar Makkah.

            Dalam konteks gerakan KAMMI, cara Rasul dapat ditiru dan diterapkan sesuai dengan zaman sekarang dimana gerakan ini menghadapi tantangan global, ia harus cerdas dan mencari celah serta menegaskan eksistensinya di hadapan tantangan itu.

            Wallahu A’lam bishshawab.

 

*Artikel dalam rangka memenuhi persyaratan kelulusan Pelatihan Pengkaderan Tingkat Nasional KAMMI Pusat, 21-25 Desember 07

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Pemimpin yang Rabbani

"Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamu selalu mengajarkan Al Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya" (QS 3 : 79)


Allah Ta'ala dalam ayat di atas memerintahkan kepada kita untuk menjadi orang-orang yang Rabbani. Rabbani berasal dari kata Rabb (Allah Ta'ala), oleh karenanya orang yang Rabbani adalah orang yang selalu menisbatkan, mengorientasikan dirinya pada Allah Ta'ala. Imam al Biqa'i dalam tafsirnya Nazhmuddurar mengatakan "Rabbani adalah sebuah sikap yang menunjukkan kekokohan dalam memegang teguh agama Allah Ta'ala"

Dalam konteks kepemimpinan, Imam Abu Ja'far AtThabary-seorang mufassir besar- menafsirkan kata Rabbani dengan makna yang sangat dalam dan memiliki konteks yang sangat luas. Dalam kitabnya, Jami'ul Bayan fii Ta'wilil Qur'an, setelah beliau menyebutkan beberapa makna Rabbani yang beliau riwayatkan, beliau menyimpulkan bahwasanya makna Rabbani adalah : Yang memiliki ilmu dan fiqih (pemahaman), yang melek (paham) akan siyasah (politik), pengaturan orang lain, bertanggungjawab atas urusan rakyat, dan memberikan kemaslahatan dan perbaikan dunia dan akhirat bagi mereka.
           
Penjelasan Imam AtThabary di atas memberikan gambaran bahwasanya yang disebut Rabbani bukanlah semata-mata orang yang selalu beribadah pada Allah tanpa melihat lingkungannya, bukan pula orang yang selalu ber'uzlah (mengisolasi) diri tanpa memiliki kepedulian terhadap kondisi masyarakatnya, dan bukan pula semata-mata ulama yang 'alim dan faqih tanpa memiliki kontribusi sosial. Dan sebaliknya, dalam konteks kepemimpinan, seorang pemimpin yang Rabbani, bukan cuma tangkas dalam urusan politik belaka, lihai dalam kekuasaan, cerdik dalam memimpin masyarakat. Tetapi juga memiliki ilmu dan pemahaman dalam urusan agama, serta komitmen yang kuat untuk membawa kemaslahatan bagi masyarakatnya baik dalam urusan dunia dan akhirat mereka.
          
Sesungguhnya kaum muslimin pada masa kini yang sedang diterjang berbagai krisis, membutuhkan sosok-sosok pemimpin yang memiliki karakter Rabbani. Dikarenakan permasalahan yang menimpa kaum muslimin bukanlah semata-mata permasalahan kesejahteraan semata, atau politik semata, tetapi juga permasalahan mental dan moral. Sehingga dibutuhkan para pemimpin yang mampu mengeluarkan mereka dari permasalahan yang begitu rumit itu.
       
Jika umat ini berhasil mengangkat dan memilih sosok-sosok Rabbani yang akan memimpin mereka, Insya Allah, masa-masa kejayaan dan keemasan umat Islam akan kembali lagi, sebagaimana tercatat dalam sejarah, ketika umat ini dipimpin oleh sosok Umar bin Khattab ataupun Umar bin Abdul Aziz, kesejahteraan sosial tercapai, masyarakatnya pun adalah masyarakat yang shalih.

Oleh karenanya, jika umat ini merindukan masa itu, ada sebuah tugas besar bagi umat, yaitu memulai pembentukan generasi Rabbani yang akan memimpin umat ini serta menjaga kesinambungan regenerasi itu secara terus menerus. Semoga.  

 

 

Monday, April 7, 2008

Tentang seorang syaikh....(bag1)

         Wajahnya sudah terlihat letih karena gurat-gurat ketuaan, tapi masih tampak gagah dengan jubah dan peci putihnya, janggutnya yang sudah memutih menutupi pipi dan dagunya meski tidak terlalu lebat.
          Beliau mulai mengajar di kampus kami sejak kurang lebih setahun yang lalu, sebagai dosen utusan dari kampus induk nun jauh disana, Univ. Imam Muhammad bin Saud Riyadh. awal-awal kedatangannya, beliau tidak masuk di kelas saya. tapi dari yang saya dengar, ketika beliau mengajar di kelas-kelas lain, beliau dikenal tidak pernah tersenyum, kata-katanya tegas dan keras, tidak pernah kompromi terhadap siapa saja yang terlambat masuk kelas.
          Sejak semester 5,mulai saat itulah saya merasakan langsung bagaimana beliau mengajar. beliau memegang mata kuliah Ushul Fiqh, mata kuliah yang terkenal paling sulit dan njlimet,karena penuh dengan perdebatan manthiq dan filsafat, sebelumnya mata kuliah tersebut dipegang oleh DR. Muinudinillah, pakar Ushul Fiqh asal Solo, yang sudah pulang ke kampung halamannya karena kesibukan da'wah disana. Awal beliau mengajar,terasa sekali perbedaan mencolok dibandingkan diajar oleh Dosen sebelumnya, bayangkan saja, dikelas Syaikh ini tidak pernah tersenyum, suaranya lantang, hingga terdengar oleh seluruh kelas yang berjumlah 80 orang, siapa saja yang masuk setelah beliau masuk, langsung beliau berkata, "Ukhruj...!!! Aghliq al baab hatta laa yadkhula ahad!!" (Silakan keluar!! kunci pintunya agar tidak ada seorang pun yang masuk". suasana di kelas pun tegang, mahasiswa yang beberapa kali tidak masuk mata kuliahnya langsung dapat teguran keras.
          Kami para mahasiswa harus beradaptasi dengan cepat dengan gaya mengajar beliau, berbeda dengan dosen sebelumnya yang orang jawa tulen yang notabene sangat ramah dan penuh joke,meski njlimetnya matakuliah tetap tidak bisa terurai olehnya. nah, Syaikh baru ini begitu banyak "kejutan" mulai dari ketegasan dan "kegalakannya" sampai beberapa kawan bilang, ini dia dosen "killer" di syariah Lipia, hingga keteraturan dalam memaparkan penjelasan.
          Sungguh, kedatangan beliau langsung mengubah persepsi kami tentang mata kuliah Ushul Fiqh, meski sangat tegas, tapi beliau sangat teratur dan terstruktur dalam menjelaskan logika-logika ilmiah, istidlal dan istinbath dalam Ushul fiqh. suatu hal yang tidak kami temukan  dari gaya mengajar dosen sebelumnya. beliau tidak pernah menyuruh suatu hal tentang kebaikan dan thalabul ilmi kecuali itulah hasil pengalaman dan pengamalannya bersama kehidupan dan keilmuan. beliau juga dikenal piawai dalam berbagai disiplin ilmu (syar'i) yang lain,sampai-sampai dosen lain yang lebih muda mengatakan "Huwa mutakhassish fii kulli syai'" (beliau itu spesialis dalam semua bidang ilmu).
          Kami para mahasiswa pun akhirnya pun bisa menikmati gaya mengajar beliau, sambil berusaha istifadah sebanyak-banyaknya dari kedalaman ilmu yang beliau miliki, hingga beliau akhirnya sedikit banyak disela-sela mengajar mencandai para mahasiswanya,meski beliau sendiri tidak tertawa,tapi kami terbahak-bahak.
          Kami banyak belajar dari beliau tentang ketegasan dan antitoleransi terhadap sesuatu yang bertentangan dengan Diin, kami juga belajar bagaimana kami seharusnya bersikap terhadap warisan karya-karya besar para Ulama' yang mulia. Kami ucapkan jazakallahu khairan yaa syaikh, waja'ala amalakum fi mizani hasanatikum, kami tidak tahu harus membalas dengan apa kecuali hanya dengan berusaha mengamalkan ilmu yang anda sampaikan, mungkin anda tidak mengenal saya, tapi saya sangat mengenal anda, seorang syaikh yang mulai menginjak usia 60 tahun, sebagai guru,bapak dan pendidik bagi kami.
          Terima kasih, yaa syaikhana alhabib... Prof Dr Muhammad Ad Duwaisy...
         

Sunday, April 6, 2008

Dan Allah pun Memuliakan Mereka...

Yang Jadi Kenangan
           

            September 2003, saya didaulat untuk mewakili sebuah lembaga tahfizh alqur’an ternama dikawasan Jakarta Selatan dalam sebuah musabaqah hifzhil qur’an yang diadakan oleh Lembaga Islam dari Arab Saudi di Jakarta. Dalam kesempatan itu, dengan izin Allah saya dapat memenangkan perlombaan dengan meraih juara 2 untuk cabang 20 Juz. Pada saat inilah nikmat dari Allah datang secara tak terduga, pihak lembaga tersebut sedang mencari penghafal qur’an terbaik untuk diberi kesempatan Umrah di Makkah sekaligus mengikuti pertemuan dengan para hafizh quran dari berbagai negara. Saat itu saya tak menyangka bahwa saya akan dipanggil oleh juri untuk dites dalam rangka Umrah itu, ternyata jelang hari terakhir sebelum penutupan musabaqah saya dipanggil oleh pihak juri untuk dicalonkan untuk berangkat Umrah dan diberitahu bahwa pemberitahuan kepastian saya akan berangkat sekitar awal Oktober. Singkat cerita, dengan izin Allah saya dapat berangkat Umrah gratis bersama satu orang teman dan satu orang Ustadz. Sesampainya kami disana, kami dikumpulkan dalam sebuah asrama tahfizh qur’an di kota Jeddah untuk tinggal bersama sekitar 100 orang para penghafal qur’an dari sekitar 20 negara didunia, mereka berasal Afrika, Asia, bahkan Eropa.

            Hari-hari pertama kami gunakan untuk Umrah ke Masjidil Haram di Makkah. Saat itu belum semua peserta datang, sehingga kegiatan belum begitu padat. Saya tinggal sekamar dengan utusan dari Srilanka yang berjumlah 3 orang dan dari Albania yang berjumlah 3 orang juga. Memang setiap negara diperkenankan mengutus minimal 3 orang.

        Pada hari-hari berikutnya, para peserta mulai berdatangan dan asrama mulai penuh. Mulai saat inilah saya beberapa kali dibuat takjub dan menemukan orang-orang yang menurut saya sangat fenomenal, saat itu saya teringat pada sebuah hadits Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam yang berbunyi: ”Sesungguhnya Allah mengangkat derajat suatu kaum dan memuliakan mereka dengan kitab ini (Alqur’an) dan merendahkan derajat yang lain dengannya pula”, hadits ini terus terngiang di benak saya ketika itu. Betapa tidak, saya dibuat takjub ketika berjumpa dengan para penghafal qur’an ini. Teman saya sekamar yang berasal Srilanka, ternyata mereka masih berusia sangat muda sekali. Satu orang berusia 13 tahun, dan satunya lagi masih berusia 10 tahun, mereka tidak bisa berbahasa Arab sama sekali tetapi mereka sudah hafal qur’an di luar kepala dengan kualitas bacaan layaknya Imam Masjid Nabawi atau Imam Masjidil Haram. Suatu kali mereka berdua diminta tampil untuk tasmi’ (memperdengarkan) alqur’an di sebuah masjid dekat tempat kami tinggal, dan para jamaah yang notabene adalah warga Saudi terpana ketika mendengar bacaan mereka. Sungguh Allah telah memuliakan mereka.

            Di saat yang lain, ketika masuk pekan kedua, datang tamu dari negara-negara bekas pecahan Uni Soviet yang notabene adalah negara-negara muslim. Ketika saya berjumpa dan berdialog dengan mereka, kembali saya dibuat takjub dan mengucap Subhanallah. Ada rombongan dari negara Tajikistan, mereka terdiri dari satu keluarga, seorang ayah dan 7 orang putranya, anak yang terkecil berusia 8 tahun dan yang terbesar 21 tahun, dan yang membuat mereka luar biasa adalah ternyata mereka semua telah hafal alqur’an! baik ayah maupun putra-putranya dan bacaan mereka pun sangat menyentuh hati. Betapa keluarga ini sungguh mulia, ya karena Allah memuliakan mereka dengan alqur’an. Ada lagi rombongan dari Pakistan, mereka terdiri dari anak-anak yang berusia belum lewat 10 tahun dan berjumlah sekitar 10 orang, diantara mereka ada seorang anak perempuan berusia 6 tahun, dan mereka semuanya telah hafal qur’an. Padahal mereka tidak bisa berbahasa Arab sama sekali, bahkan-mereka yang notabene masih anak-anak-masih suka bermain, bercanda, tapi tidak mengurangi kemuliaan mereka sebagai penghafal qur’an. Saat itu saya merasa malu, ternyata kualitas bacaan saya jauh dibawah kualitas bacaan mereka, dan malu sekaligus sedih karena saya sebagai orang Indonesia, iklim mencintai dan menghafal alqur’an sejak dini di Indonesia sangat jarang, padahal Indonesia adalah negara dengan penduduk muslim terbesar di Dunia, dan sudah merdeka 55 tahun lebih. Sementara mereka yang berasal dari negara-negara bekas Rusia, mereka mungkin merasakan kebebasan beragama baru satu dekade ini, sebelumnya mereka berada dibawah cengkraman komunis yang kejam dan tidak mengenal toleran terhadap kaum muslimin.

            Pada pekan terakhir disana, saya berjumpa dengan peserta dari Mesir dan peserta dari Bosnia Herzegovina, mereka berusia kurang lebih seusia saya, mungkin antara 18-20 tahun. Ketika saya berdialog dengan peserta dari Mesir, saya mengira sebelumnya bahwa mungkin dia adalah mahasiswa bidang syariah atau yang berkaitan dengan alquran, ternyata dia adalah mahasiswa kedokteran di Al Azhar University, selain itu dia juga hafal qur’an dengan memiliki syahadah (semacam sertifikasi) bacaan 10 qiraat yang bersambung sanadnya hingga Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam. Dialog ini langsung membantah paradigma saya selama ini, bahwa biasanya orang-orang yang memiliki kedalaman ilmu dan kualitas dalam bidang alqur’an hanya orang-orang yang memiliki latar belakang pendidikan kampus yang mendalami agama. Setelah berdialog dengannya, saya bertemu dengan peserta lain yang berasal dari Bosnia, ternyata dia terbata-bata dalam bercakap-cakap dengan bahasa Arab, dan terlihat susah dalam mengucapkan makhraj dan lafaz yang benar dalam bahasa Arab, tetapi hal ini tidak menghalangi dia untuk menghafal alqur’an hingga selesai. Ketika berdialog dengannya saya teringat sebuah hadits ”Dan barangsiapa yang membaca alqur’an dan terbata-bata ketika membacanya, maka dia mendapatkan dua pahala”.

            Di atas pesawat menuju negeri tercinta, saya merenung, betapa kemuliaan akan Allah berikan kepada orang-orang yang mencintai alqur’an, menghafalkannya, dan mengamalkannya. Dan akan mencabut kemuliaan dari orang-orang yang tidak mau memperhatikan alqur’an dan meninggalkannya. Kemuliaan yang Allah berikan pada orang-orang yang mencintai alqur’an bukanlah semata-mata kemuliaan dimata manusia, walaupun mungkin dimata manusia mereka adalah orang-orang yang mulia, tetapi juga jaminan kemuliaan disisi Allah. Saya berdoa semoga para pemuda dan remaja muslim Indonesia juga dapat memiliki motivasi untuk mencintai alqur’an, menghafalkannya dan mengamalkannya dalam keseharian, sehingga dunia ini akan diterangi dengan cahaya alqur’an karena pemimpin masa depannya adalah pemuda-pemuda hari ini yang mencintai alqur’an.

Saturday, April 5, 2008

Membuat blog... untuk apa?

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh...
Bismillahirrahmanirrahim

Segala puji bagi Allah pemilik segala kesempurnaan dan keagungan,dengan izinNya akhirnya saya memulai juga membuat blog sendiri, setelah sekian lama bingung dan ragu untuk membuat blog ini..

Ini adalah posting pertama saya dalam rangka mencurahkan buah fikiran, ide, gagasan dan mempublikasikannya di ruang publik-maya setidaknya-. pertanyaan-pertanyaan pertama saya ketika tergerak untuk membuat blog adalah, untuk apa? apa manfaatnya? perlukah? adakah ini semata-mata untuk tampil untuk tampil di ruang publik (tenar?) atau dalam rangka menyebarkan pemikiran saya agar lebih bermanfaat bagi saya pribadi dan orang lain?

Sebagaimana diketahui, bahwa di antara kebutuhan pokok manusia-menurut Abraham Maslow- adalah kebutuhan untuk aktualisasi diri, diakui eksistensinya dihadapan orang lain, sehingga konsekuensi dari pemenuhan kebutuhan pokok tersebut adalah menggunakan segala sarana untuk menampilkan diri di ruang publik agar eksistensinya diakui oleh orang lain. Dalam konteks modern sarana tersebut bisa berupa media, diantaranya adalah internet. maka jangan heran jika sekarang fenomena yang sekarang sedang booming adalah friendster, blogger, dan lain sebagainya.

Namun demikian,sebagai perimbangan atas gagasan di atas,kita sebagai muslim sangat mengenal sebuah hadits shahih "Innamal a'maalu binniyyat.." (segala amal itu tergantung pada niatnya). hadits ini dapat kita jadikan titik tolak untuk menilai standar kualitas segala aktivitas kita, termasuk ketika kita masuk untuk tampil diruang publik yang di antaranya adalah blog seperti ini. Di sisi lain, Islam mengajarkan kita untuk selalu memelihara ketulusan hati.

Apa yang saya maksud dari gagasan-gagasan di atas? yang saya maksud adalah kita harus menegaskan kembali tujuan-tujuan kita ketika kita membuat blog seperti ini.. apakah semata-mata untuk memenuhi kebutuhan pokok itu? atau memang ada tujuan yang lebih dari sekadar itu?

Rasulullah saw mengajarkan "sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia yang lain",maka sebagai manifestasi dari ajaran tersebut,kita harus memanfaatkan betul sarana dan media seperti blog untuk memberikan manfaat kepada orang lain secara massif dan menyebarkan kebaikan secara terbuka...

Wallahu a'lam..