Saturday, April 12, 2008

Menentukan Arah Gerakan KAMMI dalam Perspektif Nilai Profetik

*Menentukan Arah Gerakan KAMMI dalam Perspektif Nilai Profetik

Oleh : Faris Jihady Hanifa

Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) telah menegaskan dirinya sejak awal sebagai Gerakan Intelektual Profetik. Paradigma ini telah ditetapkan sebagai konsekuensi logis atas pilihan ideologi gerakan yang telah memilih Islam sebagai ideologi. Jika dicermati, sesungguhnya penetapan paradigma ini memiliki dua makna sebagai konsekuensi. Makna yang pertama adalah Gerakan KAMMI harus memiliki analisis ilmiah dalam menentukan arah gerakan, baik ilmiah dalam konteks waqi’iy (realitas) maupun ilmiah dalam konteks ta’shil syar’iy (sumber). Sedangkan makna yang kedua adalah bahwa gerakan ini memiliki basis transedental, dalam arti memiliki visi risalah langit yang bersumber dari wahyu.

Tulisan ini mencoba memberikan sumbang saran untuk menentukan arah gerakan ini dari sudut pandang terminologi profetik dalam arti berdasarkan sumber-sumber syar’i dan contoh yang telah diterapkan oleh para nabi terdahulu.

Jika kita melihat kembali Al Qur’an, sesungguhnya AllahTa’ala telah memberikan paparan yang begitu banyak berupa kisah-kisah para nabi dan kaum terdahulu sebagai sarana bercermin dan mengambil ide dan gagasan dalam menentukan arah gerakan dakwah.  Sebagai contoh : jika kita melihat dan membandingkan ayat-ayat yang menceritakan kisah para nabi, kita akan menemukan bahwa kisah yang paling banyak dan panjang dalam Al Qur’an adalah kisah Nabi Musa. Para ulama mencoba menggali hikmah mengapa kisah Nabiyullah Musa dipaparkan begitu panjang lebar, ternyata dapat disimpulkan karena perjalanan gerakan dakwah Musa as begitu mirip dengan perjalanan gerakan nabi Muhammad SAW sebagai pembawa risalah alqur’an.

Oleh karenanya alangkah baiknya jika gerakan KAMMI ini yang telah menegaskan dirinya memiliki misi profetik menentukan gerakannya melalui metodologi muqaranah (perbandingan) dan I’tibar (mengambil inspirasi). Dalam tulisan ini, akan dicoba digali sedikit inspirasi dari beberapa kisah para Nabi.

Penetapan visi individu anggota gerakan

KAMMI sebagai organisasi kader sudah barang tentu menganggap kader sebagai individu sebagai aset terpenting gerakan. Dalam konteks gerakan yang memiliki visi Muslim Negarawan, sudah semestinya para kader gerakan menyiapkan diri dan mensetting mental diri mereka untuk visi itu.

Dalam konteks ini, ada baiknya kita menengok paparan Allah Ta’ala tentang kapasitas individu seorang nabiyullah Yusuf as. Dalam alqur’an Allah paparkan kisah nabi Yusuf dalam satu surat utuh yang menggambarkan tentang betapa pentingnya kisah ini untuk di ambil ‘ibrah.

Paling tidak ada beberapa karakter Yusuf as yang patut kita teladani dan kita jadikan fikrah yang melekat dalam diri kita sebagai pemimpin masa depan :

1.      Daya tahan mental yang tangguh. Karakter ini dapat dilihat dari mihnah (cobaan) yang dialami oleh Yusuf As berupa intimidasi dan sikap diskrimnatif saudara-saudara beliau yang berujung pada penyingkiran dari keluarga dan juga ketika dipenjara akibat konspirasi istri penguasa.

2.      Keteguhan menghadapi godaan syahwat. Karakter ini terlihat dari sikap Yusuf As menolak dengan tegas godaan Imra’atul ‘Aziz (istri penguasa). Hal ini patut dicontoh oleh para aktivis gerakan, karena sepanjang sejarah pergerakan dakwah dari dulu zaman nabi hingga masa kini, gerakan Islam menemukan tantangannya jika ia berhadapan dengan dua hal : syubhat dan syahwat.

3.      Memahami realitas sosial politik kaumnya. Dalam hal ini Allah mengungkapkan perkataan Yusuf As :

إني تركت ملة قوم لا يؤمنون بالله وهم بالأخرة هم كافرون

Sesungguhnya aku telah meninggalkan kaumku dalam keadaan tidak beriman pada Allah dan mengingkari akhirat”

4.      Keberanian diri untuk mengambil posisi dalam pengambilan kebijakan.

5.      Karakter kepemimpinan berupa dua hal : Hafiizh, terpercaya/amanah dan ‘Aliim, memiliki pengetahuan. Dua hal ini menunjukkan bahwa Yusuf As ketika mengambil posisi dalam pengambilan kebijakan tidak berdasarkan ambisi, tapi berdasarkan Ilmu dan Skill (Keterampilan). Dalam hal ini sudah barang tentu Yusuf As tidak serta merta memiliki dua hal itu tapi dengan penyiapan kapasitas diri. Allah mengungkapkan perkataan Yusuf kepada raja Mesir yang menggambarkan dua karakter ini :

اجعلني على خزائن الأرض إني حفيظ عليم

“Jadikanlah aku bendaharawan negara, sesungguhnya aku pandai menjaga lagi berpengatahuan”

            Dari beberapa karakter di atas, sudah dapat di ambil pelajaran bahwasanya setiap individu aktivis gerakan yang bervisi Muslim Negarawan paling tidak mesti memiliki 3 Hal : Pertama, Kepribadian yang kuat dan bermoral. Kedua, Penguasaan dan kepekaan atas realitas lingkungannya. Ketiga, Visi dan Kapabilitas kepemimpinan yang berupa ilmu dan skill.

Penetapan visi gerakan  

Dalam konteks gerakan KAMMI, kontekstualisasi karakter Nabi Yusuf As dapat diterjemahkan menjadi Gerakan yang kuat dalam mentalitas dan mentalitas terutama ketika Gerakan ini menetapkan dirinya terjun ke ranah publik, juga sebagai gerakan yang menguasai medan lingkaran strategisnya dan memprediksi perubahan-perubahan yang akan timbul, serta sebagai gerakan solusi yang berbasiskan Intelektualitas dan Skill. Namun demikian, hal ini tepat jika gerakan ini menegaskan pilihannya sebagai partner dari pengambilan kebijakan.

Jika kita berbicara tentang gerakan yang sudah menegaskan pilihannya sebagai gerakan oposisi atau perlawanan, Allah Ta’ala juga memaparkan kisah yang lain, yaitu kisah Nabiyullah Musa As melawan rezim Fir’aun dan Kisah Thalut melawan Jalut.

Ada beberapa ibrah penting yang dapat diambil dari kisah mereka sebagai sebuah gerakan :

1.      Karakter kepemimpinan dua tokoh tersebut yaitu : ilmu, fisik yang kuat, amanah/terpercaya. 3 karakter tersebut amat penting peranannya dalam menentukan arah gerakan mereka terutama jika dikaitkan dengan kondisi zaman itu dimana mereka melawan rezim Fir’aun dan Jalut. Dalam hal ini Allah mengungkapkan kisah mereka :

إن الله اصطفاه عليكم وزاده بسطة في العلم والجسم

“Sesungguhnya Allah telah memilihnya menjadi raja kalian dan menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa” (QS Al Baqarah 247)

            إن خير من استأجرت القوي الأمين

“Sesungguhnya yang engkau ambil untuk bekerja pada kita adalah orang yang kuat lagi dipercaya”

2.      Mentalitas umat mereka yang kuat untuk mendorong perubahan. Pada kisah Thalut, Allah menggambarkan mereka sebagai orang-orang yang lulus ujian di sungai, bahwa mereka tidak minum dari air sungai yang dilarang untuk diminum. Sedangkan pada kisah Musa As, Allah menggambarkan mereka sebagai golongan yang berjumlah sedikit yang tetap konsisten dalam keimanan di tengah Bani Israil yang kufur nikmat dan sulit diatur.

Fleksibilitas arah gerakan

Dalam konteks pergerakan, kontekstualisasi beberapa ibrah tersebut adalah menerjemahkannnya dalam gerakan yang dipimpin orang kuat dalam arti kuatnya visi dan strategi perlawanan, bukan semata-mata kuat fisik, juga dalam gerakan yang diisi oleh unsur inti berupa anggota hasil seleksi ujian yang ketat.

Jika disimpulkan dari beberapa kisah di atas, sesungguhnya mereka memiliki tujuan gerakan yang sama yaitu bagaimana menegakkan nilai-nilai Tauhidullah dalam tataran negara sebagai alat legitimasi yang kuat untuk menopang dan memelihara nilai-nilai itu. Yang membedakan adalah kondisi zaman yang berbeda dan musuh yang berbeda yang menuntut perbedaan pendekatan dalam merealisasikan tujuan gerakan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa arah gerakan dapat berubah-ubah sesuai kebutuhan zamannya selama dalam koridor yang syar’i yang dibenarkan.

Dalam Islam, kita diajarkan bahwa Diin ini memiliki karakter murunah (fleksibel) dan tsubut (tetap). Tetap dalam hal-hal ushul (prinsip) dan fleksibel dalam hal-hal furu’ (cabang) dan wasilah (sarana). Oleh karenanya Islamlah satu-satunya agama yang sesuai dengan perkembangan zaman.

Dalam konteks ke-KAMMI-an, gerakan ini harus mampu memposisikan diri sesuai dengan kebutuhan dan kemaslahatan zamannya. Sehingga keberadaannya pun dapat membawa maslahat bagi umat secara keseluruhan. Oleh karenanya, jika kita bercermin dari kisah-kisah yang sudah dipaparkan di atas, sesungguhnya kontekstualisasi nilai dan ibrah dari kisah nabiyullah Yusuf As adalah sebuah keniscayaan sebagai pilihan arah gerakan KAMMI. Paling tidak disebabkan beberapa hal :

1.      Stabilitas pemerintahan yang mendapat legitimasi kuat dari rakyat, kondisi ini kurang lebih sama pada masa nabiyullah Yusuf As.

2.      Meskipun kondisi riil masyarakat kita saat ini dalam kondisi yang buruk, sesungguhnya kondisi yang lebih buruk juga terjadi pada masa nabiyullah Yusuf As, hal ini ditandai dari rusaknya moral istri penguasa pada saat itu, dan itu menjadi sesuatu yang biasa dan merajalela pada masa itu. Namun demikian Yusuf As tidak mengambil posisi melawan penguasa, tetapi berusaha mengambil posisi strategis dalam pusat pengambilan kebijakan.

3.      Saat ini, realitas sosial politik kita lebih membutuhkan pada pemenuhan kebutuhan riil masyarakat dalam berbagai aspek, terutama dalam hal ekonomi. Hal yang sama Yusuf As lakukan, beliau mengambil posisi bendaharawan negara, atau menteri keuangan yang menentukan pemenuhan kebutuhan hajat hidup orang banyak, yang akhirnya beliau buktikan dengan menyelamatkan rakyat Mesir pada saat kekeringan.

4.      Pemegang kebijakan negara pada saat ini, sesungguhnya lebih membutuhkan pada ide-ide dan gagasan-gagasan konkrit dalam rangka penentuan kebijakan dan penyelesaian masalah-masalah kompleks yang melanda bangsa ini dikarenakan mereka mewarisi pekerjaan berat sebagai akibat rezim masa lalu. Hal yang kurang lebih sama terjadi pada zaman Yusuf As, penguasa negeri itu dilanda kebingungan ketika ia dihadapkan pada masa kekeringan yang panjang, hingga akhirnya Yusuf As mampu memecahkan masalah itu.

Gerakan KAMMI menghadapi situasi Global

             KAMMI sebagai bagian dari pelaku sejarah masa kini, sudah semestinya menghadapi dinamika global yang terus menerus berubah, oleh karenanya ia mesti menyiapkan diri baik dalam tataran internal maupun kebijakan eksternal. KAMMI yang mengusung Kemenangan Islam sebagai Jiwa Perjuangan sudah semestinya konsisten dengan nilai-nilai ideologi Islam yang di anutnya, karena sesungguhnya disitulah letak kekuatan dalam menghadapi tantangan global yang berarus deras dan kuat.

            Jika kita cermati Sirah Nabi kita, sesungguhnya kita akan menemukan peristiwa aqabah pertama, dimana nabi kita Muhammad SAW mampu keluar dari kepungan tantangan yang menghadangnya dari segala arah, dengan cara menemui kafilah dari Yatsrib yang datang ke Makkah untuk berhaji dan kemudian menawarkan dakwahnya kepada mereka. Sehingga secara perlahan tapi pasti, nabi kita mampu berkelit dan keluar dari kepungan tantangan itu bahkan mampu membangun basis dakwah di luar Makkah.

            Dalam konteks gerakan KAMMI, cara Rasul dapat ditiru dan diterapkan sesuai dengan zaman sekarang dimana gerakan ini menghadapi tantangan global, ia harus cerdas dan mencari celah serta menegaskan eksistensinya di hadapan tantangan itu.

            Wallahu A’lam bishshawab.

 

*Artikel dalam rangka memenuhi persyaratan kelulusan Pelatihan Pengkaderan Tingkat Nasional KAMMI Pusat, 21-25 Desember 07

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Pemimpin yang Rabbani

"Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamu selalu mengajarkan Al Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya" (QS 3 : 79)


Allah Ta'ala dalam ayat di atas memerintahkan kepada kita untuk menjadi orang-orang yang Rabbani. Rabbani berasal dari kata Rabb (Allah Ta'ala), oleh karenanya orang yang Rabbani adalah orang yang selalu menisbatkan, mengorientasikan dirinya pada Allah Ta'ala. Imam al Biqa'i dalam tafsirnya Nazhmuddurar mengatakan "Rabbani adalah sebuah sikap yang menunjukkan kekokohan dalam memegang teguh agama Allah Ta'ala"

Dalam konteks kepemimpinan, Imam Abu Ja'far AtThabary-seorang mufassir besar- menafsirkan kata Rabbani dengan makna yang sangat dalam dan memiliki konteks yang sangat luas. Dalam kitabnya, Jami'ul Bayan fii Ta'wilil Qur'an, setelah beliau menyebutkan beberapa makna Rabbani yang beliau riwayatkan, beliau menyimpulkan bahwasanya makna Rabbani adalah : Yang memiliki ilmu dan fiqih (pemahaman), yang melek (paham) akan siyasah (politik), pengaturan orang lain, bertanggungjawab atas urusan rakyat, dan memberikan kemaslahatan dan perbaikan dunia dan akhirat bagi mereka.
           
Penjelasan Imam AtThabary di atas memberikan gambaran bahwasanya yang disebut Rabbani bukanlah semata-mata orang yang selalu beribadah pada Allah tanpa melihat lingkungannya, bukan pula orang yang selalu ber'uzlah (mengisolasi) diri tanpa memiliki kepedulian terhadap kondisi masyarakatnya, dan bukan pula semata-mata ulama yang 'alim dan faqih tanpa memiliki kontribusi sosial. Dan sebaliknya, dalam konteks kepemimpinan, seorang pemimpin yang Rabbani, bukan cuma tangkas dalam urusan politik belaka, lihai dalam kekuasaan, cerdik dalam memimpin masyarakat. Tetapi juga memiliki ilmu dan pemahaman dalam urusan agama, serta komitmen yang kuat untuk membawa kemaslahatan bagi masyarakatnya baik dalam urusan dunia dan akhirat mereka.
          
Sesungguhnya kaum muslimin pada masa kini yang sedang diterjang berbagai krisis, membutuhkan sosok-sosok pemimpin yang memiliki karakter Rabbani. Dikarenakan permasalahan yang menimpa kaum muslimin bukanlah semata-mata permasalahan kesejahteraan semata, atau politik semata, tetapi juga permasalahan mental dan moral. Sehingga dibutuhkan para pemimpin yang mampu mengeluarkan mereka dari permasalahan yang begitu rumit itu.
       
Jika umat ini berhasil mengangkat dan memilih sosok-sosok Rabbani yang akan memimpin mereka, Insya Allah, masa-masa kejayaan dan keemasan umat Islam akan kembali lagi, sebagaimana tercatat dalam sejarah, ketika umat ini dipimpin oleh sosok Umar bin Khattab ataupun Umar bin Abdul Aziz, kesejahteraan sosial tercapai, masyarakatnya pun adalah masyarakat yang shalih.

Oleh karenanya, jika umat ini merindukan masa itu, ada sebuah tugas besar bagi umat, yaitu memulai pembentukan generasi Rabbani yang akan memimpin umat ini serta menjaga kesinambungan regenerasi itu secara terus menerus. Semoga.  

 

 

Monday, April 7, 2008

Tentang seorang syaikh....(bag1)

         Wajahnya sudah terlihat letih karena gurat-gurat ketuaan, tapi masih tampak gagah dengan jubah dan peci putihnya, janggutnya yang sudah memutih menutupi pipi dan dagunya meski tidak terlalu lebat.
          Beliau mulai mengajar di kampus kami sejak kurang lebih setahun yang lalu, sebagai dosen utusan dari kampus induk nun jauh disana, Univ. Imam Muhammad bin Saud Riyadh. awal-awal kedatangannya, beliau tidak masuk di kelas saya. tapi dari yang saya dengar, ketika beliau mengajar di kelas-kelas lain, beliau dikenal tidak pernah tersenyum, kata-katanya tegas dan keras, tidak pernah kompromi terhadap siapa saja yang terlambat masuk kelas.
          Sejak semester 5,mulai saat itulah saya merasakan langsung bagaimana beliau mengajar. beliau memegang mata kuliah Ushul Fiqh, mata kuliah yang terkenal paling sulit dan njlimet,karena penuh dengan perdebatan manthiq dan filsafat, sebelumnya mata kuliah tersebut dipegang oleh DR. Muinudinillah, pakar Ushul Fiqh asal Solo, yang sudah pulang ke kampung halamannya karena kesibukan da'wah disana. Awal beliau mengajar,terasa sekali perbedaan mencolok dibandingkan diajar oleh Dosen sebelumnya, bayangkan saja, dikelas Syaikh ini tidak pernah tersenyum, suaranya lantang, hingga terdengar oleh seluruh kelas yang berjumlah 80 orang, siapa saja yang masuk setelah beliau masuk, langsung beliau berkata, "Ukhruj...!!! Aghliq al baab hatta laa yadkhula ahad!!" (Silakan keluar!! kunci pintunya agar tidak ada seorang pun yang masuk". suasana di kelas pun tegang, mahasiswa yang beberapa kali tidak masuk mata kuliahnya langsung dapat teguran keras.
          Kami para mahasiswa harus beradaptasi dengan cepat dengan gaya mengajar beliau, berbeda dengan dosen sebelumnya yang orang jawa tulen yang notabene sangat ramah dan penuh joke,meski njlimetnya matakuliah tetap tidak bisa terurai olehnya. nah, Syaikh baru ini begitu banyak "kejutan" mulai dari ketegasan dan "kegalakannya" sampai beberapa kawan bilang, ini dia dosen "killer" di syariah Lipia, hingga keteraturan dalam memaparkan penjelasan.
          Sungguh, kedatangan beliau langsung mengubah persepsi kami tentang mata kuliah Ushul Fiqh, meski sangat tegas, tapi beliau sangat teratur dan terstruktur dalam menjelaskan logika-logika ilmiah, istidlal dan istinbath dalam Ushul fiqh. suatu hal yang tidak kami temukan  dari gaya mengajar dosen sebelumnya. beliau tidak pernah menyuruh suatu hal tentang kebaikan dan thalabul ilmi kecuali itulah hasil pengalaman dan pengamalannya bersama kehidupan dan keilmuan. beliau juga dikenal piawai dalam berbagai disiplin ilmu (syar'i) yang lain,sampai-sampai dosen lain yang lebih muda mengatakan "Huwa mutakhassish fii kulli syai'" (beliau itu spesialis dalam semua bidang ilmu).
          Kami para mahasiswa pun akhirnya pun bisa menikmati gaya mengajar beliau, sambil berusaha istifadah sebanyak-banyaknya dari kedalaman ilmu yang beliau miliki, hingga beliau akhirnya sedikit banyak disela-sela mengajar mencandai para mahasiswanya,meski beliau sendiri tidak tertawa,tapi kami terbahak-bahak.
          Kami banyak belajar dari beliau tentang ketegasan dan antitoleransi terhadap sesuatu yang bertentangan dengan Diin, kami juga belajar bagaimana kami seharusnya bersikap terhadap warisan karya-karya besar para Ulama' yang mulia. Kami ucapkan jazakallahu khairan yaa syaikh, waja'ala amalakum fi mizani hasanatikum, kami tidak tahu harus membalas dengan apa kecuali hanya dengan berusaha mengamalkan ilmu yang anda sampaikan, mungkin anda tidak mengenal saya, tapi saya sangat mengenal anda, seorang syaikh yang mulai menginjak usia 60 tahun, sebagai guru,bapak dan pendidik bagi kami.
          Terima kasih, yaa syaikhana alhabib... Prof Dr Muhammad Ad Duwaisy...
         

Sunday, April 6, 2008

Dan Allah pun Memuliakan Mereka...

Yang Jadi Kenangan
           

            September 2003, saya didaulat untuk mewakili sebuah lembaga tahfizh alqur’an ternama dikawasan Jakarta Selatan dalam sebuah musabaqah hifzhil qur’an yang diadakan oleh Lembaga Islam dari Arab Saudi di Jakarta. Dalam kesempatan itu, dengan izin Allah saya dapat memenangkan perlombaan dengan meraih juara 2 untuk cabang 20 Juz. Pada saat inilah nikmat dari Allah datang secara tak terduga, pihak lembaga tersebut sedang mencari penghafal qur’an terbaik untuk diberi kesempatan Umrah di Makkah sekaligus mengikuti pertemuan dengan para hafizh quran dari berbagai negara. Saat itu saya tak menyangka bahwa saya akan dipanggil oleh juri untuk dites dalam rangka Umrah itu, ternyata jelang hari terakhir sebelum penutupan musabaqah saya dipanggil oleh pihak juri untuk dicalonkan untuk berangkat Umrah dan diberitahu bahwa pemberitahuan kepastian saya akan berangkat sekitar awal Oktober. Singkat cerita, dengan izin Allah saya dapat berangkat Umrah gratis bersama satu orang teman dan satu orang Ustadz. Sesampainya kami disana, kami dikumpulkan dalam sebuah asrama tahfizh qur’an di kota Jeddah untuk tinggal bersama sekitar 100 orang para penghafal qur’an dari sekitar 20 negara didunia, mereka berasal Afrika, Asia, bahkan Eropa.

            Hari-hari pertama kami gunakan untuk Umrah ke Masjidil Haram di Makkah. Saat itu belum semua peserta datang, sehingga kegiatan belum begitu padat. Saya tinggal sekamar dengan utusan dari Srilanka yang berjumlah 3 orang dan dari Albania yang berjumlah 3 orang juga. Memang setiap negara diperkenankan mengutus minimal 3 orang.

        Pada hari-hari berikutnya, para peserta mulai berdatangan dan asrama mulai penuh. Mulai saat inilah saya beberapa kali dibuat takjub dan menemukan orang-orang yang menurut saya sangat fenomenal, saat itu saya teringat pada sebuah hadits Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam yang berbunyi: ”Sesungguhnya Allah mengangkat derajat suatu kaum dan memuliakan mereka dengan kitab ini (Alqur’an) dan merendahkan derajat yang lain dengannya pula”, hadits ini terus terngiang di benak saya ketika itu. Betapa tidak, saya dibuat takjub ketika berjumpa dengan para penghafal qur’an ini. Teman saya sekamar yang berasal Srilanka, ternyata mereka masih berusia sangat muda sekali. Satu orang berusia 13 tahun, dan satunya lagi masih berusia 10 tahun, mereka tidak bisa berbahasa Arab sama sekali tetapi mereka sudah hafal qur’an di luar kepala dengan kualitas bacaan layaknya Imam Masjid Nabawi atau Imam Masjidil Haram. Suatu kali mereka berdua diminta tampil untuk tasmi’ (memperdengarkan) alqur’an di sebuah masjid dekat tempat kami tinggal, dan para jamaah yang notabene adalah warga Saudi terpana ketika mendengar bacaan mereka. Sungguh Allah telah memuliakan mereka.

            Di saat yang lain, ketika masuk pekan kedua, datang tamu dari negara-negara bekas pecahan Uni Soviet yang notabene adalah negara-negara muslim. Ketika saya berjumpa dan berdialog dengan mereka, kembali saya dibuat takjub dan mengucap Subhanallah. Ada rombongan dari negara Tajikistan, mereka terdiri dari satu keluarga, seorang ayah dan 7 orang putranya, anak yang terkecil berusia 8 tahun dan yang terbesar 21 tahun, dan yang membuat mereka luar biasa adalah ternyata mereka semua telah hafal alqur’an! baik ayah maupun putra-putranya dan bacaan mereka pun sangat menyentuh hati. Betapa keluarga ini sungguh mulia, ya karena Allah memuliakan mereka dengan alqur’an. Ada lagi rombongan dari Pakistan, mereka terdiri dari anak-anak yang berusia belum lewat 10 tahun dan berjumlah sekitar 10 orang, diantara mereka ada seorang anak perempuan berusia 6 tahun, dan mereka semuanya telah hafal qur’an. Padahal mereka tidak bisa berbahasa Arab sama sekali, bahkan-mereka yang notabene masih anak-anak-masih suka bermain, bercanda, tapi tidak mengurangi kemuliaan mereka sebagai penghafal qur’an. Saat itu saya merasa malu, ternyata kualitas bacaan saya jauh dibawah kualitas bacaan mereka, dan malu sekaligus sedih karena saya sebagai orang Indonesia, iklim mencintai dan menghafal alqur’an sejak dini di Indonesia sangat jarang, padahal Indonesia adalah negara dengan penduduk muslim terbesar di Dunia, dan sudah merdeka 55 tahun lebih. Sementara mereka yang berasal dari negara-negara bekas Rusia, mereka mungkin merasakan kebebasan beragama baru satu dekade ini, sebelumnya mereka berada dibawah cengkraman komunis yang kejam dan tidak mengenal toleran terhadap kaum muslimin.

            Pada pekan terakhir disana, saya berjumpa dengan peserta dari Mesir dan peserta dari Bosnia Herzegovina, mereka berusia kurang lebih seusia saya, mungkin antara 18-20 tahun. Ketika saya berdialog dengan peserta dari Mesir, saya mengira sebelumnya bahwa mungkin dia adalah mahasiswa bidang syariah atau yang berkaitan dengan alquran, ternyata dia adalah mahasiswa kedokteran di Al Azhar University, selain itu dia juga hafal qur’an dengan memiliki syahadah (semacam sertifikasi) bacaan 10 qiraat yang bersambung sanadnya hingga Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam. Dialog ini langsung membantah paradigma saya selama ini, bahwa biasanya orang-orang yang memiliki kedalaman ilmu dan kualitas dalam bidang alqur’an hanya orang-orang yang memiliki latar belakang pendidikan kampus yang mendalami agama. Setelah berdialog dengannya, saya bertemu dengan peserta lain yang berasal dari Bosnia, ternyata dia terbata-bata dalam bercakap-cakap dengan bahasa Arab, dan terlihat susah dalam mengucapkan makhraj dan lafaz yang benar dalam bahasa Arab, tetapi hal ini tidak menghalangi dia untuk menghafal alqur’an hingga selesai. Ketika berdialog dengannya saya teringat sebuah hadits ”Dan barangsiapa yang membaca alqur’an dan terbata-bata ketika membacanya, maka dia mendapatkan dua pahala”.

            Di atas pesawat menuju negeri tercinta, saya merenung, betapa kemuliaan akan Allah berikan kepada orang-orang yang mencintai alqur’an, menghafalkannya, dan mengamalkannya. Dan akan mencabut kemuliaan dari orang-orang yang tidak mau memperhatikan alqur’an dan meninggalkannya. Kemuliaan yang Allah berikan pada orang-orang yang mencintai alqur’an bukanlah semata-mata kemuliaan dimata manusia, walaupun mungkin dimata manusia mereka adalah orang-orang yang mulia, tetapi juga jaminan kemuliaan disisi Allah. Saya berdoa semoga para pemuda dan remaja muslim Indonesia juga dapat memiliki motivasi untuk mencintai alqur’an, menghafalkannya dan mengamalkannya dalam keseharian, sehingga dunia ini akan diterangi dengan cahaya alqur’an karena pemimpin masa depannya adalah pemuda-pemuda hari ini yang mencintai alqur’an.

Saturday, April 5, 2008

Membuat blog... untuk apa?

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh...
Bismillahirrahmanirrahim

Segala puji bagi Allah pemilik segala kesempurnaan dan keagungan,dengan izinNya akhirnya saya memulai juga membuat blog sendiri, setelah sekian lama bingung dan ragu untuk membuat blog ini..

Ini adalah posting pertama saya dalam rangka mencurahkan buah fikiran, ide, gagasan dan mempublikasikannya di ruang publik-maya setidaknya-. pertanyaan-pertanyaan pertama saya ketika tergerak untuk membuat blog adalah, untuk apa? apa manfaatnya? perlukah? adakah ini semata-mata untuk tampil untuk tampil di ruang publik (tenar?) atau dalam rangka menyebarkan pemikiran saya agar lebih bermanfaat bagi saya pribadi dan orang lain?

Sebagaimana diketahui, bahwa di antara kebutuhan pokok manusia-menurut Abraham Maslow- adalah kebutuhan untuk aktualisasi diri, diakui eksistensinya dihadapan orang lain, sehingga konsekuensi dari pemenuhan kebutuhan pokok tersebut adalah menggunakan segala sarana untuk menampilkan diri di ruang publik agar eksistensinya diakui oleh orang lain. Dalam konteks modern sarana tersebut bisa berupa media, diantaranya adalah internet. maka jangan heran jika sekarang fenomena yang sekarang sedang booming adalah friendster, blogger, dan lain sebagainya.

Namun demikian,sebagai perimbangan atas gagasan di atas,kita sebagai muslim sangat mengenal sebuah hadits shahih "Innamal a'maalu binniyyat.." (segala amal itu tergantung pada niatnya). hadits ini dapat kita jadikan titik tolak untuk menilai standar kualitas segala aktivitas kita, termasuk ketika kita masuk untuk tampil diruang publik yang di antaranya adalah blog seperti ini. Di sisi lain, Islam mengajarkan kita untuk selalu memelihara ketulusan hati.

Apa yang saya maksud dari gagasan-gagasan di atas? yang saya maksud adalah kita harus menegaskan kembali tujuan-tujuan kita ketika kita membuat blog seperti ini.. apakah semata-mata untuk memenuhi kebutuhan pokok itu? atau memang ada tujuan yang lebih dari sekadar itu?

Rasulullah saw mengajarkan "sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia yang lain",maka sebagai manifestasi dari ajaran tersebut,kita harus memanfaatkan betul sarana dan media seperti blog untuk memberikan manfaat kepada orang lain secara massif dan menyebarkan kebaikan secara terbuka...

Wallahu a'lam..